Spesimen (penggolongan) Manusia Homo Sapiens

Beberapa  spesimen  (penggolongan)  manusia  Homo  sapiens dapat dikelompokkan sebagai berikut,
a.Manusia Wajak
Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan satu-satunya temuan di Indonesia yang untuk sementara dapat disejajarkan perkembangannya dengan manusia modern awal dari akhir Kala Pleistosen. Pada tahun 1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat Tulungagung, Jawa Timur. Sartono Kartodirjo (dkk) menguraikan tentang temuan itu, berupa tengkorak, termasuk Fosil manusia wajak fragmen rahang bawah, dan beberapa buah ruas leher. Temuan Wajak itu adalah Homo sapiens. Mukanya datar dan lebar, akar hidungnya lebar dan bagian mulutnya menonjol sedikit. Dahinya agak miring dan di atas matanya ada busur kening nyata. Tengkorak ini diperkirakan milik seorang perempuan berumur 30 tahun dan mempunyai volume otak 1.630 cc. Wajak kedua ditemukan oleh Dubois pada tahun 1890 di tempat yang sama. Temuan berupa fragmen-fragmen tulang tengkorak, rahang atas dan rahang bawah, serta tulang paha dan tulang kering. Pada tengkorak ini terlihat juga busur kening yang nyata. Pada tengkorak laki-laki perlekatan otot sangat nyata. Langit-langit juga dalam. Rahang bawah besar dengan gigi-gigi yang besar pula. Kalau menutup gigi muka atas mengenai gigi muka bawah. Dari tulang pahanya dapat diketahui bahwa tinggi tubuhnya kira-kira 173 cm.
Tengkorak Manusia Wajak
Foto Tengkorak Manusia Wajak
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia wajak bertubuh tinggi dengan isi tengkorak yang besar. Wajak sudah termasuk Homo sapiens, jadi sangat berbeda ciri-cirinya dengan Pithecanthropus. Manusia Wajak mempunyai ciri-ciri baik Mongoloid maupun Austromelanesoid. Diperkirakan dari manusia Wajak inilah sub-ras Melayu Indonesia dan turut pula berevolusi menjadi ras Austromelanesoid sekarang. Hal itu dapat dilihat dari ciri tengkoraknya yang sedang atau agak lonjong itu berbentuk agak persegi di tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke belakang. 

Muka cenderung lebih Mongoloid, oleh karena sangat datar dan pipinya sangat menonjol ke samping. Beberapa ciri lain juga memperlihatkan ciri-ciri ke dua ras di atas.Temuan Wajak menunjukkan pada kita bahwa sekitar 40.000 tahun yang lalu Indonesia sudah didiami oleh Homo sapiensyang rasnya sukar dicocokkan dengan ras-ras pokok yang terdapat sekarang, sehingga manusia Wajak dapat dianggap sebagai suatu ras tersendiri. Manusia Wajak tidak langsung berevolusi dari Pithecanthropus, tetapi mungkin tahapan Homo neanderthalensisyang belum ditemukan di Indonesia ataupun dari Homo neanderthalensis di tempat Pithecanthropus erectus ataupun satu ras yang mungkin berevolusi ke arah Homo yang ditemukan di Indonesia.
Manusia Wajak itu tidak hanya mendiami Kepulauan  Indonesia bagian Barat saja, akan tetapi juga di sebagian Kepulauan Indonesia bagian Timur. Ras Wajak ini merupakan penduduk Homo sapiens yang kemudian menurunkan ras-ras yang kemudian kita kenal sekarang. Melihat ciri-ciri Mongoloidnya lebih banyak, maka ia lebih dekat dengan sub-ras Melayu-Indonesia. Hubungannya dengan ras Australoid dan Melanesoid sekarang lebih jauh, oleh karena kedua sub-ras ini baru mencapai bentuknya yang sekarang di tempatnya yang baru. tetapi memang mungkin juga bahwa ras Austromelanesoid yang dahulu berasal dari ras Wajak.

b.Manusia Liang Bua
Pengumuman tentang penemuan manusia Homo floresiensis tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Sisa-sisa manusia ditemukan di sebuah gua Liang Bua oleh tim peneliti gabungan Indonesia dan Australia. Sebuah gua permukiman prasejarah di Flores. Liang Bua bila diartikan secara harfiah merupakan sebuah gua yang dingin. Sebuah gua yang sangat lebar dan tinggi dengan permukaan tanah yang datar, merupakan tempat bermukim yang nyaman bagi manusia pada masa pra-aksara. Hal itu bisa dilihat dari kondisi lingkungan sekitar gua yang sangat indah, yang berada di sekitar bukit dengan kondisi tanah yang datar di depannya. Liang Bua merupakan sebuah temuan manusia modern awal dari akhir masa Pleistosen di Indonesia yang menakjubkan yang diharapkan dapat menyibak asal usul manusia di Kepulauan Indonesia. Manusia Liang Bua ditemukan oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood pada bulan September 2003 lalu. Temuan itu dianggap sebagai penemuan spesies baru yang kemudian diberi nama Homo floresiensis, sesuai dengan tempat ditemukannya fosil Manusia Liang Bua.

Pada  tahun  1950-an,  sebenarnya  Manusia  Liang  Bua  telah  memberikan data-data tentang adanya kehidupan pra-aksara. Saat  Th. Verhoeven lebih dahulu menemukan beberapa fragmen tulang manusia  di  Liang  Bua,  ia  menemukan  tulang  iga  yang  berasosiasi  dengan berbagai alat serpih dan gerabah. Tahun 1965, ditemukan tujuh  buah rangka  manusia  beserta  beberapa  bekal  kubur  yang  antara lain berupa beliung dan barang-barang gerabah.

Diperkirakan Liang  Bua  merupakan  sebuah  situs  neolitik  dan  paleometalik.  Manusia  Liang  Bua  mempunyai  ciri  tengkorak  yang  panjang  dan  rendah,  berukuran  kecil,  dengan  volume  otak  380  cc.  Kapasitas  kranial  tersebut  berada  jauh  di  bawah  Homo  erectus  (1.000  cc),  manusia modern Homo sapiens (1.400 cc), dan bahkan berada di bawah volume otak simpanse (450 cc). Pada tahun 1970, R.P Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melanjutkan penelitian beberapa kerangka manusia yang ditemukan di lapisan atas, temuan itu sebanding dengan temuan-temuan rangka manusia sebelumnya.  Hasil temuan itu menunjukkan bahwa Manusia Liang Bua secara kronologis menunjukkan hunian dari fase zaman Paleolitik, Mesolitik, Neolitik, dan Paleolitik.

Menurut Teuku Jacob, Manusia  Liang Bua secara kultural berada dalam  konteks  zaman  Mesolitik,  dengan  ciri  Australomelanesid,  yaitu  bentuk  tengkorak  yang  memanjang.  Tahun  2003  diadakan  penggalian  oleh  R.P.  Soejono  dan  Mike  J.  Morwood,  bekerjasama  antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan University of New England,  Australia.  

Penggalian  itu  menghasilkan  temuan  berupa  sisa  manusia  tidak  kurang  dari  enam  individu  yang  menunjukkan  aspek morfologis dan postur yang sejenis dengan Liang Bua 1, yang mempunyai kesamaan dengan alat-alat batu dan sisa-sisa binatang komodo dan spesies kerdil gajah purba jenis stegodon. Temuan itu sempat menjadi bahan perdebatan mengenai status taksonominua, benarkah Manusia Liang Bua itu termasuk dalam spesies baru, yaitu Homo florensiensis, atau sebagai satu jenis spesies yang telah ada di kalangan genus Homo. Dalam pengamatan yang lebih mendalam terhadap manusia Flores  itu,  ternyata  ada  percampuran  antara  karakter  kranial  yang  cukup menonjol antara karakter Homo erectus dan Homo sapiens.
readyygo.blogspot.com

Seluruh  karakter  kranio-fasial  dari  Manusia  Liang  Bua  1  (LB1)  dan  Liang Bua 6 (LB6) menunjukkan dominasi karakter arkaik yang sering ditemukan pada Homo erectus, walaupun beberapa aspek modern Homo sapiens juga sangat terlihat jelas. 

Namun demikian, karakter Homo  sapiens  hendaknya  dilihat  sebagai  atribut  tingkatan  evolusi  dalam spesies ini. Bila dikaitkan dengan masa hidup Manusia Liang Bua sekitar 18.000 tahun yang lalu, maka LB 1 dan LB 6 seharusnya dipandang sebagai satu dari variasi Homo sapiens.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel