Langkah atau Tahapan Penelitian Sejarah (Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi)

Langkah atau Tahapan Penelitian Sejarah (Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi)
1. Heuristik
Heuristik berasal dari kata ‘Yunan’ i, heuriskein; artinya menemukan. Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, & mengumpulkan sumber- sumber berbagai data guna dapat mengetahui segala bentuk peristiwa / kejadian sejarah masa lampau yang relevan dengan topik / judul penelitian.
Langkah atau Tahapan Penelitian Sejarah (Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi)
Untuk melacak sumber itu, sejarawan harus dapat mencari di berbagai dokumen baik melalui metode kepustakaan / arsip nasional. Sejarawan dapat juga mengunjungi situs sejarah / melakukan wawancara guna melengkapi data sehingga diperoleh data yang lengkap & baik, sehingga dapat menunjang terwujudnya sejarah yang mendekati kebenaran. Masa lampau yang begitu banyak periode & banyak bagian-bagiannya (seperti politik, ekonomi, serta sosial- budaya) memiliki sumber data yang beraneka ragam sehingga perlu adanya klasifikasi data dari banyaknya sumber.

Dokumen- dokumen yang berhasil dihimpun merupakan data yang berharga, Dokumen dapat menjadi dasar untuk menelusuri peristiwa-peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lalu. Menurut sifatnya ada dua; yaitu sumber primer & sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang di buat pada saat peristiwa terjadi; seperti dokumen laporan kolonial. Sumber primer di buat oleh tangan pertama, sementara sumber sekunder merupakan sumber yang sumber primernya sebagai sumber utama. Jadi, di buat oleh tangan / pihak kedua. Misal seperti; buku, skripsi, dan tesis.

Apabila kita mendapatkan sumber tertulis, kita akan mendapatkan sumber tertulis se-zaman & setempat yang memiliki kadar kebenaran yang relatif tinggi, dan sumber tertulis tidak se-zaman & tidak setempat yang memerlukan kejelian para penelitinya. Dari sumber yang ditemukan itu; sejarawan  dapat melakukan penelitian. Tanpa adanya sumber, sejarawan akan mengalami kesulitan menemukan jejak-jejak sejarah kehidupan manusia. Untuk sumber lisan; pemilihan sumber didasarkan pada pelaku / saksi mata suatu kejadian. Narasumber lisan yang hanya mendengar / tidak hidup se-zaman dengan peristiwa tidak bisa dijadikan narasumber lisan.

2. Verifikasi
Verifikasi adalah penilaian terhadap sumber- sumber sejarah, verifikasi dalam sejarah memiliki arti pemeriksaan terhadap kebenaran laporan; tentang suatu peristiwa sejarah. Penilaian terhadap sumber- sumber sejarah menyangkut aspek intern & ekstern. Aspek intern mempersoalkan apakah isi yang terdapat dalam sumber tersebut dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Aspek ekstern mempersoalkan apakah sumber tersebut asli / palsu sehingga sejarawan harus mampu menguji tentang keakuratan dokumen sejarah tersebut, misal; waktu pembuatan dokumen, bahan, / materi dokumen. Dalam hal ini, aspek intern berupa proses analisis terhadap suatu dokumen. Aspek ekstern harus bisa menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut;
1.Apakah sumber itu merupakan sumber yang dikehendaki (autentitas)?
2.Apakah sumber itu asli / turunan (orisinalitas)?
3.Apakah sumber itu masih utuh / sudah di ubah (soal integritas)?
Apabila  dipastikan bahwa sumber itu merupakan sumber yang benar diperlukan dalam bentuk asli & masih utuh, maka dilakukan kritik intern. Kritik intern dilakukan guna membuktikan bahwa informasi yang terkandung di dalam sumber dapat di percaya, dengan penilaian intrinsik terhadap sumber & dengan membandingkan kesaksian- kesaksian berbagai sumber.

Langkah pertama dalam penelitian intrinsik adalah menentukan sifat sumber (apakah resmi/formal/tidak resmi/informal). Dalam penelitian sejarah; sumber tidak resmi/informal dinilai lebih berharga daripada sumber resmi sebab sumber tidak resmi bukan dimaksudkan, di baca orang banyak (untuk kalangan bebas) sehingga isinya bersifat apa adanya, terus terang, tidak banyak yang disembunyikan, & objektif.

Langkah kedua dalam penilaian intrinsik adalah menyoroti penulis sumber tersebut sebab dia yang memberikan informasi yang dibutuhkan. Pembuatan sumber harus dipastikan bahwa kesaksiannya dapat di percaya. Karena itu, harus mampu memberikan kesaksian yang benar & harus dapat menjelaskan mengapa ia menutupi (merahasiakan) suatu peristiwa / sebaliknya melebih-lebihkan karena ia berkepentingan didalamnya.

Langkah ketiga dalam penelitian intrinsik adalah membandingkan kesaksian dari berbagai sumber dengan menjajarkan kesaksian para saksi yang tidak berhubungan satu & yang lain (independent witness) sehingga informasi yang diperoleh objektif. Misalnya adalah terjadinya peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

3. Interpretasi
Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah & merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis & masuk akal. Interpretasi dalam sejarah dapat juga diartikan sebagai penafsiran suatu peristiwa / memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa. Sejarah sebagai suatu peristiwa dapat diungkap kembali oleh para sejarawan melalui berbagai sumber; baik berbentuk data, dokumen perpustakaan, buku, berkunjung ke situs-situs sejarah maupun wawancara, sehingga dapat terkumpul & mendukung dalam proses interpretasi. Dengan demikian setelah kritik selesai maka langkah berikutnya adalah melakukan interpretasi / penafsiran & analisis terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber.
Interpretasi dalam sejarah adalah penafsiran terhadap suatu peristiwa; fakta sejarah; & merangkai suatu fakta dalam kesatuan yang masuk akal. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainnya dapat disusun & dihubungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal.
Bagi kalangan akademis agar dapat menginterpretasi fakta dengan kejelasan yang objektif; harus dihindari penafsiran yang semena-mena, karena umumnya cenderung bersifat subjektif. Selain itu, interpretasi harus bersifat deskriptif sehingga para akademisi juga di tuntut untuk mencari landasan interpretasi yang mereka gunakan. Proses interpretasi juga harus bersifat selektif sebab tidak mungkin semua fakta dimasukkan ke dalam cerita sejarah, sehingga harus di pilih yang relevan dengan topik yang ada & mendukung kebenaran sejarah.

4. Historiografi
Historiografi adalah penulisan sejarah & merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. Menulis kisah sejarah bukan sekadar menyusun & merangkai fakta-fakta hasil penelitian; melainkan  menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian. Jadi menulis sejarah memerlukan kecakapan serta kemahiran. Historiografi merupakan rekaman tentang segala sesuatu yang dicatat sebagai bahan pelajaran tentang perilaku yang baik. Sesudah menentukan judul, mengumpulkan bahan-bahan / sumber serta melakukan kritik & seleksi, maka mulailah menuliskan kisah sejarah. Ada tiga bentuk penulisan sejarah berdasarkan ruang & waktu.
  • Penulisan sejarah tradisional. Kebanyakan karya ini kuat dalam hal genealogi; tetapi tidak kuat dalam hal kronologi dan detail biografis. Tekanan penggunaan sejarah sebagai bahan pengajaran agama.serta adanya kingship (konsep mengenai raja); pertimbangan kosmologis; & antropologis lebih diutamakan daripada keterangan dari sebab akibat.
  • Penulisan sejarah kolonial: Penulisan ini mempunyai ciri nederlandosentris (eropasentris); tekanannya pada aspek politik & ekonomi serta bersifat institusional.
  • Penulisan sejarah nasional: Penulisannya menggunakan metode ilmiah secara terampil dengan tujuan; untuk kepentingan nasionalisme.
Menurut Taufik Abdullah & Surjomihardjo, ada 3 penulisan sejarah di Indonesia, yaitu sejarah ideologis; sejarah pewarisan; & sejarah akademik.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel