Kerajaan Kediri
Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Menurut
Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin
Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala
lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang
sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala.
Pada
mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai daripada nama
Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh
raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam
kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).
Nama
"Kediri" atau "Kadiri" sendiri berasal dari kata Khadri
yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pohon pacé atau mengkudu
(Morinda citrifolia). Batang kulit kayu pohon ini menghasilkan zat perwarna
ungu kecokelatan yang digunakan dalam pembuatan batik, sementara buahnya dipercaya
memiliki khasiat pengobatan tradisional.
Perkembangan
kerajaan
Masa-masa
awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang
II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang
saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah
Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104
atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya
yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah
dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan
Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan
Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu
Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada
masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa
kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di
Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal
ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun
1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan
adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani
Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan
Sriwijaya.
Chou
Ju-kua menggambarkan di Jawa penduduknya menganut 2 agama : Buddha dan Hindu.
Penduduk Jawa sangat berani dan emosional. Waktu luangnya untuk mengadu
binatang. Mata uangnya terbuat dari campuran tembaga dan perak.
Buku
Chu-fan-chi menyebut Jawa adalah maharaja yang punya wilayah jajahan :
Pai-hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, Malang), Hi-ning
(Dieng), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua
Barat), Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu (Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun,
mungkin Gorong atau Sorong di Papua Barat atau Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo
(Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai di Sulawesi), dan
Wu-nu-ku (Maluku).
Penemuan
Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan
Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi
tentang kerajaan tersebut.
Keruntuhan
Arca
Buddha Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst,
Berlin-Dahlem, Jerman.
Kerajaan
Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam
Pararaton dan Nagarakretagama.
Pada
tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian
meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga
bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.
Perang
antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil
menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan
Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah
Ken Arok mengalahkan Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan
Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati
Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada
tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang. Jayakatwang
memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam masa
lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil
membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun
hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh
pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Sumber; Wiki
Sumber; Wiki
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER