Sejarah Sri Sultan Hamengkubuwono I
Sri Sultan Hamengkubuwono I adalah pendiri Kesulltanan Yogyakarta yang lahir di Kartasura, pada tanggal 6 Agustus 1717. Beliau memiliki nama asli setelah dilahirkan yakni Raden Mas Sujana. Akan tetapi saat menginjak usia dewasa, beliau mulai memiliki gelar Putra Mangkubumi. Hamengkubuwono I adalah pelopor berdirinya Kesultanan Yogyakarta sekaligus menjabat sebagai raja pertama yang memerintah dari tahun 1755 sampai dengan 1792.
Dalam masanya, pemerintahannya pernah terjadi peperangan hebat antara Mangkubumi dengan Pakubuwono II yang di bantu oleh VOC. Para sejarahwan menyebut perang itu sebagai Perang Suksesi Jawa III. Raden Mas Sujana adalah putra dari Raja Kasunan Kartasura, yang bernama Amangkurat IV. Dirinya merupakan raja yang paling adidaya di masanya dari keluarga Mataram sejak Sultan Agung.
Di Yogyakarta, dirinya adalah seorang raja terbesar yang mampu mengalahkan Surakarta, walaupun Yogyakarta masih termasuk negeri yang baru. Bahkan jumlah armada perang beserta pasukan lebih besar daripada jumlah armada perang milik VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur ) di Jawa saat itu. VOC merupakan sebuah perusahaan Belanda yang didirikan pada 20 Maret 1602 yang memiliki wewenang dalam memonopoli segala aktivitas perdagangan di kawasan Asia. Dirinya idak hanya sebagai seorang pemimpin yang memiliki keahlian dalam strategi berperang saja, teryata dia juga mencintai keindahan alam. Taman Sari Keraton Yogyakarta adalah karya arsitektur yang monumental di masa kepemimpinannya saat itu. Taman itu di rancang oleh seorang ahli bangunan Kasultanan berkebangsaan Portugis yang nama Jawa Demang Tegis.
Hamengkubuwono I meninggal dunia pada 24 Maret 1792. Tahta yang dia miliki kemudian diwariskan kepada putranya Raden Mas Sundoro, yang memiliki gelar Sri Sultan Hamengkubuwono II. Karena kegigihannya dalam melawan penjajah asing di saat itu, Belanda, Sri Sultan Hamengkubuwono I ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November 2006. Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan yakni orang- orang Cina di Batavia yang menyebar sampai ke seluruh kepulauan Jawa. Awalnya, Pakubuwono II (kakak Mangkubumi) mendukung pemberontakan tersebut. tetapi, ketika menyaksikan pihak VOC yang lebih unggul, Pakubuwono II pun berubah pikirannya.
Pada 1742 istana Kertasura di serbu kaum pemberontak. Sehingga Pakubuwono II terpaksa membangun istana baru di Surakarta. Akhirnya pemberontakan dapat di tumpas oleh VOC dan Cokroningrat dari Madura.
Sisa-sisa dari pemberontak yang dipimpin oleh Raden Mas Said (yakni keponakan Pakubuwono II dan Mangkubumi) telah berhasil merebut tanah Sukowati. Pakubuwono II pun mengumumkan sayembara berhadiah tanah seluas 3.000 cacah untuk siapa saja yang dapat merebut kembali Sukowati. Pada 1746 Mangkubumi berhasil mengusir Mas Said, tetapi dihalang-halangi Patih Pringgalaya yang menghasut raja supaya perjanjian sayembara dibatalkan.
Baron Van Imhoff gubernur jenderal VOC datang dan memperkeruh suasana saat itu. Ia pun mendesak Pakubuwono II untuk menyewakan daerah pesisir kepada VOC seharga 20.000 real guna melunasi hutang keraton terhadap Belanda saat itu. Hal tersebut di tentang oleh Mangkubumi yang berakibat pertengkaran di mana Baron Van Imhoff menghina Mangkubumi di depan umum saat itu.
Mangkubumi pun merasa sakit hati, sehingga ia meninggalkan Surakarta pada bulan Mei 1746. Selepas itu ia menggabungkan diri dengan Mas Said sebagai pemberontak. Ikatan yang di jalin yakni, Mangkubumi mengawinkan Mas Said dengan puterinya yang bernama Rara Inten atau Gusti Ratu Bendoro.
Hamengku Buwana I secara geneologis adalah keturunan Brawijaya V baik dari ayahandanya Amangkurat IV serta dari ibundanya Mas Ayu Tejawati. Dari garis ayahandanya silsilah ke atas yang menyambung sampai Brawijaya V secara umum sudah diketahui namun dari pihak ibundanya masih sedikit dalam mengungkapkannya.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER