Politik Luar Negeri Pada Masa Orde Baru
Orde Baru (Orba) adalah rezim yang berkuasa di Indonesia terlama & terpanjang kekuasaannya yaitu selama 32 tahun, rezim orba mempunyai dinamika sosial, ekonomi, & politik yang sangat panjang. Kebijakan yang diambil oleh Presiden Soeharto maupun oleh para pembantunya mempunyai karakteristik & ciri yang khas, yaitu militeristik & terpusat. Pemerintah yang ter-sentralisasi membuat hampir semua kebijakan di semua lini seragam & ditujukan untuk mendukung pembangunan ekonomi & stabilitas yang diagung-agungkan pada masa itu. Hasilnya adalah sebuah pemerintah yang otoriter selama kurang lebih 32 tahun sebelum akhirnya dijatuhkan oleh people power pada masa reformasi.
Orba |
Politik luar negeri termasuk bidang dalam
pemerintahan orba yang dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai kepentingan
nasionalnya. Hal yang terpenting & menjadi prioritas dalam politik luar
orba yaitu;
1. Pembangunan
2. Stabilitas
Hal ini menjadi
panduan dalam politik luar negeri orba yang menjadi antitesa dari politik luar
negeri orde lama. Orde lama atau masa demokrasi terpimpin menjadikan politik
luar negerinya sebagai alat untuk condong ke blok timur. Hal ini kemudian
diubah oleh Orba, salah satunya yaitu, memutus hubungan diplomatik dengan
Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Walaupun pada 1990, Indonesia membuka kembali
hubungan tersebut dengan alasan ekonomi.
Menelisik lebih jauh mengenai politik
luar negeri yang dibangun pada masa orba merupakan diskusi yang panjang &
tak ada habisnya. Politik luar negeri yang dianggap sebagai “anak kesayangan”
Amerika Serikat (AS) seringkali disematkan pada orba. Walaupun hal tersebut
harus dikaji lebih mendalam untuk lebih memahami politik luar negeri orba yang
tidak sederhana. Dalam kondisi perang dingin yang terjadi antara AS & Uni
Sovyet, posisi Indonesia jelaslah menjadi penting. Efek domino komunisme yang
ditakutkan oleh barat telah membuat pentingnya posisi Indonesia di mata barat.
Dalam hal ini menarik membahas posisi pemerintah Indonesia di bawah Soeharto
& melihat konsep “bebas-aktif”
yang selama ini menjadi dasar & sifat politik luar negeri Indonesia.
Orde Baru Sebagai
Antitesa Orde lama
Seperti yang sudah dijelaskan diatas,
politik luar negeri orba muncul sebagai lawan dari politik luar negeri orde
lama yang bersifat lebih revolusioner & menjadikan nasionalisme sebagai
alat kesatuan bangsa. Politik luar negeri yang nasionalistik menjadikan
Indoensia terus menaruh kecurigaan pada barat. Sifat yang dianut oleh orde lama
adalah bebas aktif, namun pada demokrasi terpimpin yang terjadi adalah koalisi
tidak resmi Indonesia dengan negara-negara blok timur seperti RRT & Uni
Soviet.
Orde lama dimulai
ketika Soekarno menyatakan dekrit tepat 1959 yang memberlakukan UUD 1945 &
meninggalkan UUD RIS. Dalam sikap politiknya, Soekarno sangat dekat dengan
Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini menjadi nyata, ketika Soekarno
menyampaikan pidato manifesto politik (manipol) yang mengidentifikasikan musuh
nasional yaitu imperialis barat. Kedekatan kepada blok timur pun semakin nyata
setelah Indonesia mendapat bantuan militer dari Uni Soviet untuk pembebasan
Irian Barat. Hubungan Indonesia dengan Barat semakin menjauh setelah Soekarno
membentuk New Emerging Forces (Nefos)
& Old Established Forces (Oldefos). Soekarno
mengelompokkan negara-negara komunis & sebagian negara Asia-Afrika di Nefos
sebagai lawan dari barat yang dimasukkannya dalam Oldefos. Ditambah lagi dengan
aksi konfrontasi ganyang Malaysia, keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB,
dan menyelenggarakan konferensi anti imperialis Conefo (Conference of New Emerging Forces).
Namun disaat politik
luar negeri Indonesia yang sangat hiper-aktif & militan, kondisi
perekonomian & politik dalam negeri terjadi sebaliknya. Perekonomian
hancur, harga-harga melambung tak terkendali, kemiskinan tidak bisa diatas pemrintah,
hiper-inflasi terjadi dimana-mana. Pemerintah orde lama yang pada saat itu
sedang menghabiskan anggaran negara untuk membiayai konfrontasi ganyang
malaysia dan penyeleseian proyek mercusuar, tidak berkutik & tidak mampu
mengatasi itu semua. Kondisi politik dalam negeri pun tidak berbeda. Konflik
politik antara militer & PKI terlihat semakin meruncing. Puncaknya yang
terjadi dengan meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa itu
membuat pemerintah Soekarno semakin lemah.
Setelah kejadian G 30 S, pemerintah
Soekarno menjadi lemah. Kudeta merangkak yang dilakukan oleh Jenderal Soeharto
semakin membuat kekuasaan Soekarno lemah. Puncaknya, MPRS menetepkan Jenderal
Soeharto menjadi Pejabat Presiden pada tahun 1968. Pada saat inilah yang
menjadi akhir dari orde lama dan menjadi awal orde baru.
Pemerintah Orde baru memperbaiki politik
luar negeri yang revolusioner pada era orde lama, menjadi lebih ramah &
aktif di dunia internasional. Hal yang pertama dilakukan adalah memperbaiki
& me-normalisasi hubungan diplomatik dengan Malaysia. Hal yang juga
dilakukan oleh pemerintah orba adalah pembentukan organisasi di tingkat
regional Asia Tenggara. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas kawasan
& menjadi wadah kerjasama antara negara-negara Asia Tenggara. Indonesia
menjadi salah satu pendiri Organisasi Regional Asia Tenggara (ASEAN) dari 5
negara yang ikut mendirikan di Bangkok pada 1967.
Dalam hal perekonomian & hubungan
dengan barat pemerintah Orba pun memperbaiki hubungannya tersebut. Hal ini
berkaitan langsung dengan perekonomian & pembangunan yang dicanangkan
pemerintah Orba. Pemerintah Orba membutuhkan banyak dana untuk melaksanakan
pembangunan. Untuk itu, pemerintah mengadakan pertemuan dengan negara-negara
donor untuk membicarakan adanya utang untuk pembangunan. Negara-negara tersebut
kemudian membentuk sebuah forum bernama Inter-govermental Group On Indonesia
(IGGI). Selain itu, pemerintah pun membuat UU investasi yang mempermudah
investasi asing masuk ke dalam negeri.
Namun hal itu pun membuat konsekuensi
logis terhadap hasil politik luar negeri yang dibangun oleh orde lama seperti
forum-forum Gerakan Non-Blok (GNB) dan konferensi Asia-Afrika. Pasa masa orba,
negara-negara GNB menolak Indonesia mengetuai GNB karena dianggap sebagai
pro-barat. Selain itu, invasi Indonesia terhadap Timor-Timur pun memicu ketidaksukaan
terhadap pemerintah Orba.
Interpretasi Atas
Doktrin “Bebas Aktif”
Doktrin Bebas-Aktif
pertama kali diungkapkan oleh Wakil Presiden Indonesia, Mohammad Hatta.
Mohammad Hatta dalam pidatonya “Mendayung Antara Dua Karang”, “aktif” yang
dimaksud menunjukkan suatu intensitas Indonesia untuk ikut serta dalam usaha
menjaga dan menciptakan perdamaian dunia. Ini berarti Indonesia tidak
menunjukkan suatu netralitas, yang diartikan sebagai keadaan tak
berpartisipasi. Yang dimaksudkan Bung Hatta adalah Indonesia tidak memihak
adidaya dunia namun bukan berarti Indonesia mundur dari arena pertentangan
internasional, melainkan Indonesia akan terus berusaha secara aktif untuk
melakukan upaya-upaya demi menciptakan perdamaian dunia.
Landasan konstitusi politik bebas-aktif
baru dibuat tahun 1999, yaitu UU 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
pasal 3 menyatakan bahwa Politik Luar Negeri menganut prinsip bebas aktif yang
diabdikan untuk kepentingan nasional. Namun UU ini belum ada di mas orde baru.
Sehingga prinsip bebas-aktif yang dianut dan dijadikan landasan hanya sebagai
landasan moral, bukan konstitusional.
Menurut A Agus Sriyono
dalam tulisannya Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Zaman Yang
Berubah, mengatakan bahwa prinsip politik luar negeri yaitu
bebas-aktif yang dianut oleh Indonesia hampir dijadikan prinsip dan landasan
setiap rezim. Bebas dan aktif menjadi semacam prinsip yang tak terubah-kan
dalam politik luar negeri Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya, pengertian
bebas kadang ditafsirkan secara elastis & interpretatif. Berbeda dengan
“bebas”, “aktif” relatif lebih diartikan secara tetap setiap rezim. Misalnya
ketika masa perang dingin, kata “bebas” mengandung arti tidak memihak blok
manapun. Namun ketika perubahan konstelasi dari bipolar menjadi unipolar, maka
kata “bebas” adalah bebas untuk menolak maupun menerima isu internasional
apapun. Pemerintah Orba mengartikan doktrin bebas-aktif sebagai tidak
memihaknya kepada dua blok barat ataupun timur. Namun dengan dalih ini pula,
pemerintah Orba merasa untuk mencegah menyebarnya komunisme di kawasan Asia
Tenggara. Hal ini pula yang melandasi berdirinya ASEAN.
Namun dalam hal yang melatarbelakangi
politik luar negeri Orba ini, penulis berpendapat bahwa landasan & prinsip
bebas-aktif tidak terlalu dominan dalam membentuk pola perilaku & bentuk
politik luar negeri. Dalam melihat hal ini, penulis lebih Teori persepsi dalam
politik luar negeri bahwa persepsi para pembuat kebijakan luar negeri
berpengaruh pada memainkan peran dalam menentukan kebijakan negara yang
dilaksanakan pada politik luar negeri terhadap negara lain. Leo Suryadinata mengatakan bahwa
formulasi politik luar negeri Indonesia cenderung dibentuk oleh elit daripada
oleh “massa” melalui proses demokrasi. Elit yang dimaksud banyak dipengaruhi
oleh budaya & efek historis. Walaupun pembentukan politik luar negeri dibentuk
oleh beberapa lembaga, namun pemerintahan orba yang didominasi militer &
sentralistik menjadikan Soeharto sebagai pembentuk dominan politik luar negeri
dibanding prinsip bebas-aktif.
Keberhasilan Politik Luar Negeri Orde BaruMenurut Norman J. Padelford, “national interest of a country is what its govermental leaders and in large degree also what its people consider at anytime to be vital to their national independence way, way of life, territorial security, and economic welfare. “Dalam hal ini, kepentingan nasional lah yang paling menjadi landasan paling penting dalam pembentukan politik luar negeri. Penting untuk di ingat bahwasanya landasan utama orde baru adalah pembangunan & stabilitas nasional.
Keberhasilan Politik Luar Negeri Orde BaruMenurut Norman J. Padelford, “national interest of a country is what its govermental leaders and in large degree also what its people consider at anytime to be vital to their national independence way, way of life, territorial security, and economic welfare. “Dalam hal ini, kepentingan nasional lah yang paling menjadi landasan paling penting dalam pembentukan politik luar negeri. Penting untuk di ingat bahwasanya landasan utama orde baru adalah pembangunan & stabilitas nasional.
Untuk mencapai kepentingan nasional nya,
maka pemerintah orba membentuk beberapa kebijakan luar negeri. Merujuk dari
penjelasan diatas, bahwa politik luar negeri yang telah dibangun oleh politik
luar negeri orba bisa disimpulkan menjadi tiga variabel: Perbaikan Ekonomi,
Normalisasi hubungan dengan dunia barat, & revitalisasi organisasi
regional.
Pertama, Perbaikan ekonomi yang menjadi prioritas pemerintah Orba dituangka dalam pembangunan lima tahun (Pelita). Pelita direncanakan setiap lima tahun dan ditetapkan sebagai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Untuk mendukung terlaksananya pelita, Indonesia membentuk negara-negara pendonor dalam forum Inter-govermental Group On Indonesia (IGGI). Selain itu, pemerintah pun membuat UU investasi yang mempermudah investasi asing masuk ke dalam negeri.
Pertama, Perbaikan ekonomi yang menjadi prioritas pemerintah Orba dituangka dalam pembangunan lima tahun (Pelita). Pelita direncanakan setiap lima tahun dan ditetapkan sebagai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Untuk mendukung terlaksananya pelita, Indonesia membentuk negara-negara pendonor dalam forum Inter-govermental Group On Indonesia (IGGI). Selain itu, pemerintah pun membuat UU investasi yang mempermudah investasi asing masuk ke dalam negeri.
Beberapa faktor yang menjadikan ini
berhasil yaitu,
§ Kelompok Bappenas yang
terkenal disebut “mafia berkeley” yaitu tim yang sebagian besar lulus dari
University of California di Berkeley yang diketuai oleh Prof. Widjojo Nitisastro.
Ideologi ekonomi yang terlampau tidak terlalu berbeda, yaitu ekonomi liberal,
menjadikan kerjasama antara negara-negara barat menjadi lancar. Hal-hal krusial
yang menjadi masalah di zaman orde lama seperti investasi asing, dll. tidak
terlalu menjadi masalah.
§ Komitmen Presiden
Soeharto untuk memperbaiki perekonomiannya dan meninggalkan isu politik
tinggi (High Politics) sebagai landasan pemerintahannya.
Kedua, memperbaiki hubungan
dengan negara-negara barat adalah salah satu politik luar negeri penting yang
dilaksanakan pemerintah Orba. Salah satu yang diperbaiki adalah kerjasama
ekonomi dengan membentuk forum seperti Inter-govermental Group On Indonesia
(IGGI). Di luar hal itu, masuknya kembali Indonesia ke dalam keanggotaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi awal normalisasi hubungan Indonesia dengan
negara-negara barat.
Hal yang menjadi
isyarat presiden Soeharto adalah pidato ada KTT Non Blok di Lusaka tahun 1970,
yang mengatakan bahwa hendaknya Indonesia harus bisa menjalin kerjasama dengan
negara manapun di dunia dalam berbagai bidang, kecuali bila tidak mempunyai
hubungan diplomatik dengan negara tesebut. Walaupun dalam pernyataannya
tersebut, Presiden Soeharto menyatakan belum perlu untuk masuk dalam aliansi /
kelompok militer seperti NATO ataupun Pakta Warsawa.
Dengan masuknya kembali Indonesia ke
dalam PBB, Indonesia semakin aktif dalam percaturan internasional. Faktor yang
menyebabkan keberhasilannya adalah,
- Niat baik dan komitmen Presiden Soeharto dalam menjalin hubungan baik kembali dengan negara-negara barat.
- Sambutan negara barat, terutama AS yang menganggap peran Indonesia sangat vital di Asia Tenggara terutama dalam menjaga stabilitas kawasan dan menjaga tersebarnya ideologi komunisme ketika perang dingin.
- Pengaruh dari kebutuhan bantuan ekonomi seperti yang sudah dijelaskan diatas & juga fokus pemerintah Orba yang juga untuk pembangunan.
Walaupun akhirnya bisa masuk dalam
keanggotaan PBB kembali, tidak selalu hubungan Indonesia dengan barat, terutama
AS lancar. Kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur menjadikan hubungan Indonesia
dengan AS sempat renggang.
Ketiga, Revitalisasi organisasi regional menjadi salah satu agenda penting politik luar negeri orde baru. Hal ini menjadi respon dari politik luar negeri orde lama yaitu konfrontasi dengan Malaysia. Kecurigaan & prasangka pada tetangga terdekat menjadikan Indonesia tak pernah bisa maju untuk bekerja sama kemudian bersaing secara sehat. Secara geopolitik & geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis. Hal tersebut tercermin dari adanya berbagai konflik di kawasan yang melibatkan kepentingan negara-negara besar pasca Perang Dunia II, sehingga Asia Tenggara pernah dijuluki sebagai “Balkan-nya Asia”. Persaingan antar negara adidaya & kekuatan besar lainnya di kawasan antara lain terlihat dari terjadinya Perang Vietnam. Disamping itu, konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti “konfrontasi” antara Indonesia & Malaysia, klaim teritorial antara Malaysia & Filipina mengenai Sabah, serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia.
Faktor-faktor keberhasilan nya adalah,
- Adanya keinginan kelima negara pembentuk ASEAN yaitu me-revitalisasi kerja sama terutama di bidang ekonomi di negara-negara ASEAN
- Ada keinginan bersama untuk menjaga stabilitas kawasan dari perang dingin.
- Kelima negara tersebut ingin melaksanakan pembangunan sekaligus menjaga penyebaran ideologi komunisme.
- Dukungan dari blok barat terutama AS untuk menjaga “efek domino komunisme” terutama dari negara-negara komunis di Asia Tenggara seperti Vietnam.
Selain faktor yang diatas tadi, terdapat
sebab lainnya. Terutama faktor eksternal yang mendukung terbentuknya organisasi
regional. Filipina misalnya, adalah negara yang sebagian besar Katholik,
sehingga merasa terasing di kawasan Asia Tenggara yang sebagian besar Islam
& Hindu. Selain itu, integrasi wilayah dalam suatu organisasi regional
memberikan kedaulatan yang lebih kuat untuk negara-negara kecil seperti
Singapura & Brunei Darussalam. Dalam hal ini, sebenarnya alasan pragmatisme
ekonomilah yang kuat, namun bukannya integrasi ekonomi, melainkan stabilitas
yang mendukung perekonomian tumbuh. Namun dalam efektivitas kinerja organisasi
regional untuk memenuhi ekspektasi ideal tersebut, masih kurang berhasil.
Misalnya dalam mediasi konflik antar negara.
Kesimpulan
Politik Luar Negeri Orba merupakan Antitesa dari politik luar negeri orde lama. Kebijakan yang diambil baik bidang politik & ekonomi berbeda jauh dengan Orde lama. Sifat bebas-aktif adalah konsep yang interpretatif. Sifat politik luar negeri Orba yang bebas-aktif merupakan penafsiran yang berbeda dari orde lama. Ada tiga variabel penjabaran dari kepentingan nasional orde baru, yaitu perbaikan ekonomi, normalisasi hubungan dengan barat, dan revitalisasi organisasi regional.
Kesimpulan
Politik Luar Negeri Orba merupakan Antitesa dari politik luar negeri orde lama. Kebijakan yang diambil baik bidang politik & ekonomi berbeda jauh dengan Orde lama. Sifat bebas-aktif adalah konsep yang interpretatif. Sifat politik luar negeri Orba yang bebas-aktif merupakan penafsiran yang berbeda dari orde lama. Ada tiga variabel penjabaran dari kepentingan nasional orde baru, yaitu perbaikan ekonomi, normalisasi hubungan dengan barat, dan revitalisasi organisasi regional.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER