Integrasi Timor-Timur Masa Orde Baru
Integrasi Timor-Timur
Integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia tidak terlepas dari situasi politik internasional saat itu, yaitu perang dingin dimana konstelasi geopolitik kawasan Asia Tenggara saat itu terjadi perebutan pengaruh dua blok yang sedang bersaing pada saat itu yaitu Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet) . Dengan kekalahan Amerika Serikat di Vietnam pada tahun 1975, berdasarkan teori domino yang diyakini oleh Amerika Serikat bahwa kejatuhan Vietnam ke tangan kelompok komunis akan merembet ke wilayah–wilayah lainnya. Berdirinya pemerintahan Republik Demokratik Vietnam yang komunis dianggap sebagai ancaman yang bisa menyebabkan jatuhnya negara-negara di sekitarnya ke tangan pemerintahan komunis.
Kemenangan komunis di Indocina
(Vietnam) secara tidak langsung juga membuat khawatir para elit Indonesia
(khususnya pihak militer). Pada saat yang sama di wilayah koloni Portugis
(Timor-Timur) yang berbatasan secara langsung dengan wilayah Indonesia terjadi
krisis politik. Krisis itu sendiri terjadi sebagai dampak kebebasan yang
diberikan oleh pemerintah baru Portugal di bawah pimpinan Jenderal Antonio de
Spinola. Ia telah melakukan perubahan dan berusaha mengembalikan hak-hak sipil,
termasuk hak demokrasi masyarakatnya, bahkan dekolonisasi.
Di Timor-Timur muncul tiga partai
politik besar yang memanfaatkan kebebasan yang diberikan oleh pemerintah
Portugal. Ketiga partai politik itu adalah: (1) Uniao Democratica
Timorense(UDT-Persatuan Demokratik Rakyat Timor) yang ingin merdeka secara
bertahap. Untuk tahap awal UDT menginginkan Timor-Timur menjadi negara bagian
dari Portugal: (2) Frente Revoluciondria de Timor Leste
Independente(Fretilin-Front Revolusioner Kemerdekaan Timor-Timur) yang radikal
–Komunis dan ingin segera merdeka; dan (3) Associacau Popular Democratica
Timurense(Apodeti- Ikatan Demokratik Popular Rakyat Timor) yang ingin bergabung
dengan Indonesia. Selain itu terdapat dua Partai kecil, yaitu Kota dan
Trabalista. Ketiga partai tersebut saling bersaing, bahkan timbul konflik
berupa perang saudara.
Pada tanggal 31 Agustus 1974
ketua umum Apodeti, Arnaldo dos Reis Araujo, menyatakan partainya menghendaki
bergabung dengan Republik Indonesia sebagai provinsi ke-27. Pertimbangan yang
diajukan adalah rakyat di kedua wilayah tersebut mempunyai persamaan dan
hubungan yang erat, baik secara historis dan etnis maupun geografis.
Menurutnya integrasi akan
menjamin stabilitas politik di wilayah tersebut. Pernyataan tokoh Apodeti itu
mendapat respons yang cukup positif dari para elit politik Indonesia, terutama
dari kalangan elit militer, yang pada dasarnya memang merasa khawatir jika
Timor-Timur yang berada di “halaman belakang” jatuh ke tangan komunis. Meskipun
demikian, pemerintah Indonesia tidak serta merta menerima begitu saja keinginan
orang-orang Apodeti.
Keterlibatan Indonesia secara
langsung di Timor-Timur terjadi setelah adanya permintaan dari para pendukung
“Proklamasi Balibo”, yang terdiri UDT bersama Apodeti, Kota dan Trabalista.
Keempat partai itu pada tanggal 30 November 1975 di kota Balibo mengeluarkan
pernyataan untuk bergabung dengan pemerintahan Republik Indonesia. Pada tanggal
31 Mei 1976 DPR Timor-Timur mengeluarkan petisi yang isinya mendesak pemerintah
Republik Indonesia agar secepatnya menerima dan mengesahkan bersatunya rakyat
dan wilayah Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia.
Atas keinginan bergabung rakyat
Timor Timur dan permintaan bantuan yang diajukan, pemerintah Indonesia lalu
menerapkan “Operasi Seroja” pada Desember 1975. Operasi militer ini diam-diam
didukung oleh Amerika Serikat (AS) yang tidak ingin pemerintahan komunis
berdiri di Timor Timur. Pada masa itu Perang Dingin antara AS dengan Uni Sovyet
yang komunis memang tengah berlangsung.
Bersamaan dengan operasi-operasi
keamanan yang dilakukan, pemerintah Indonesia dengan cepat juga menjalankan
proses pengesahan Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia dengan mengeluarkan UU
no. 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan pembentukan Daerah Tingkat I Timor
Timur.
Pengesahan ini akhirnya diperkuat
melalui Tap MPR nomor IV/MPR/1978. Timor Timur secara resmi menjadi propinsi ke
27 di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.Negara-negara tetangga dan pihak
Barat, termasuk Amerika Serikat dan Australia dengan alasannya masing-masing
umumnya mendukung tindakan Indonesia. Kekhawatiran akan jatuhnya Timor-Timur ke
tangan komunis membuat negara-negara Barat (khususnya Amerika Serikat dan
Australia) secara diam-diam mendukung tindakan Indonesia. Mereka secara
de-facto dan selanjutnya de-jure integrasi Timor-Timur ke wilayah Indonesia.
Akan tetapi, penguasaan Indonesia terhadap wilayah itu ternyata menimbulkan
banyak permasalahan yang berkelanjutan, terutama setelah berakhirnya “perang
dingin” dan runtuhnya Uni Soviet.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER