Konflik Sosial

Konflik Sosial
Perang lsrael vs Palestina sudah tidak dapat dihindarkan lagi, perundingan yang ditempuh oleh kedua belah pihak selama bertahun-tahun selalu menjadi jalan buntu. Masing-masing pihak mengklaim tanah Palestina sebagai tanah suci mereka. Perang adalah jalan keluar terakhir yang dianggap akan menyelesaikan konflik yang terjadi antara kedua negara itu. Peperangan adalah konsekuensi logis dari sebuah konflik. Konflik  yang berarti pertentangan merupakan sebuah proses kehidupan sosial manusia yang sangat kompleks. Perang yang terjadi diberbagai negara (salah satu contohnya adalah Israel dengan Palestina) adalah merupakan benturan kepentingan yang terjadi antara dua negara tersebut yang tidak mendapatkan titik temu. Dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar kita pun sering terjadi berbagai konflik, yang apabila tidak kita pahami sebagai sebuah proses sosial konflik dapat mengakibatkan kehancuran. Sebagai contoh, Seorang siswa menolak keinginan orang tuanya untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Dalam hatinya terjadi konflik, yaitu ia tidak ingin mengecewakan hati orang tuanya tetapi ia juga tidak mau melanjutkan kuliah. Berkaitan dengan kajian tentang konflik, maka ada beberapa hal yang akan kita pelajari yaitu: pengertian konflik, faktor-faktor penyebab konflik, bentuk-bentuk konflik dan perbedaan konflik dengan kekerasan.

Dengan mempelajari konflik kita dapat menjaga keharmonisan hubungan sosial sehingga akan tercipta keteraturan sosial, dengan memahami setiap konflik yang terjadi dalam diri kita ataupun di masyarakat akan mampu menghindarkan dari kekerasan. Untuk memandu kita dalam mempelajari konflik, maka konsep-konsep yang erat kaitannya dengan konflik adalah pertentangan, prasangka, dan etnosentrisme.

A. Konflik
1. Pengertian Konflik
Sebagai sebuah sistem sosial, masyarakat adalah merupakan sejumlah orang yang hubungan timbal-balik bersifat konstan. Sistem sosial itu bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, ia diciptakan oleh manusia, dipertahankan, malah diubahnya pun oleh manusia juga. Sebagai contoh, dalam kehidupan keluarga orang tua dan anak akan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang membuat mereka untuk saling mencintai, saling mengasihi sehingga merasa bersatu dah hubungan keluarga menjadi erat. Apabila terjadi perselisihan maka akan tirnbul konflik atau pertentangan.
Konflik adalah merupakan bagian dari dinamika masyarakat sebagai konsekuensi dari interaksi sosial dan perubahan sosial. Berdasarkan pengertian dalam  Kamus Besar Bahasa lndonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan dan pertentangan, konflik sosial adalah pertentangan antar anggota masyarakat yang tersifat menyeluruh dalam kehidupan. Konflik tidak hanya bersifat lahiriah tapi dapat terjadi dalam bathin yaitu konflik bathin. Konflik bathin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih gagasan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku.
Para ahli sosiologi memberikan definisi tentang konflik sebagai berikut:
1. Konflik adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan (Soejono Soekanto)
2. Konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status atau kekuasaan sebagai tujuan dari mereka yang berkonflik, tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukan saingannya. (Robert M.Z Lawang)
Dari dua pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa konflik merupakan sebuah proses sosial yang berbentuk pertentangan antar orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan berupa nilai, status dan kekuasaan yang dilakukan dengan ancaman dan kekerasan. Kepentingan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Jika individu berhasil dalam memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas, tetapi sebaliknya kegagalan daiam memenuhinya akan menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Dalam sosiologi masalah konflik terutama dibicarakan dalam hubungannya dengan pertanyaan “apakah konflik itu merupakan sesuatu yang dihindari atau tidak?” Kalau konflik itu merupakan sesuatu yang dihindari, berarti konflik itu bersifat negatif.
Mereka yang berpendirian bahwa konflik itu negatif, mengemukakan bahwa dengan adanya konflik solidaritas kelompok dalam kelompok menjadi rusak dan mengakibatkan terjadinya perpecahan. Sebaliknya, mereka yang menganggap bahwa konflik itu berfungsi positif, bahwa solidaritas sosial kelompoknya akan menjadi lebih tinggi apabila terjadi konflik dengan pihak lainnya.

2. Penyebab Konflik di masyarakat
Secara psikologis, pada umumnya dikenal dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kepentingan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Oleh karena itu tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya baik yang bersifat jasmani atau rohani, maka dengan sendirinya akan timbul perbedaan individu dalam kepentingannya. Perbedaan kepentingan tersebut tidak hanya terjadi pada individu saja tetapi dapat terjadi pada kelompok sosial. Perbedaan kepentingan dalam kelompok sosial dapat disebabkan oleh faktor-faktor di bawah ini:
a. Konflik antar individu dalam kelompok.
b. Konflik antar bagian dalam kelompok antara tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu sendiri.
c. Ada sebagian atau segolongan dalam kelompok yang ingin merebut kekuasan dengan mengorbankan golongan lainnya.
d. Adanya kepentingan yang tidak seimbang sehingga timbul ketidakadilan.
e. Perbedaan paham tentang cara memenuhi tujuan kelompoknya.

Perbedaan itu secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan sosial. Perbedaan kepentingan ini secara tidak langsung menimbuikan konflik tetapi mengenai beberapa fase, yaitu:
a. Fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman (akibat antara pertentangan antara harapan dengan standar normatif), yang menyebabkan sulitnya atau tidak dapatnya suatu kelompok sosial menyesuaikan diri dengan norma (ideologi).
b. Fase disintegrasi (konflik) yaitu pernyataan tidak setuju dengan berbagai bentuk seperti timbulnya emosi massa yang meluap, protest, aksi mogok, pemberontakan dan lain-lain. (Ahmadi, 1988: 262-264)

Menurut Soerjono Soekanto, terdapat beberapa faktor penyebab konflik yaitu:
a. Perbedaan antar individu
Sebagai mahluk individu, manusia memiliki karakter yang khas menurut corak kepribadiannya. Setiap individu berkembang sejalan dengan ciri-ciri khasnya, walaupun berada dalam lingkungan yang sama. Pada saat interaksi berlangsung individu akan mengalami proses adaptasi dan pertentangan dengan individu lainnya. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka akan terjadi konflik. Contoh,  Paijo anak yang baru berusia 5 tahun meminta ayahnya untuk membelikannya handphone. Ayahnya belum mau membelikan Paijo handphone karena Paijo masih kecil dan belum begitu membutuh-kan alat tersebut. Akhimya Paijo marah dan melakukan mogok belajar.
b. Perbedaan kebudayaan
Kebudayaan seringkali dianggap sebagai sebuah ideologi, sehingga memicu terjadinya konflik. Anggapan yang berlebihan terhadap kebudayaan yang dimiliki oleh sebuah kelompok menempatkan kebudayaan sebuah sebuah tingkatan sosial. Sehingga kebudayaan miliki sendiri dianggap lebih tinggi daripada kebudayaan lain. Dalam catatan sejarah umat manusia konsep suku dan kebudayaannya telah memainkan peranan yang sangat penting dan sekaligus dramatis dalam percaturan masyarakat.
c. Perbedaan kepentingan
Manusia memang membutuhkan proses pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan batiniah dan lahiriah untuk membentuk dirinya, karena itulah terjadi hubungan timbal balik sehingga manusia dikatakan sebagai mahluk sosial. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia akan berbeda-beda kebutuhannya, perbedaaan kebutuhan ini akan berubah menjadi kepentingan yang berbeda-beda.
d. Perubahan sosial
Kecenderungan terjadinya perubahan sosial merupakan gejala wajar sebagai akibat dari interelasi sosia! dalam pergaulan hidup antar manusia. Perubahan sosial dapat pula terjadi karena adanya perubahan--perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat. Pada masyarakat yang tidak dapat menerima perubahan sosial akan timbul konflik sebagai proses pertentangan nilai dan norma yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat.

3. Bentuk Konflik di Masyarakat
a. Prasangka Prasangka atau prejudice, berasal dari bahasa latin prejudicium yang dalam pengertian sekarang mengalami perkembangan sebagai berikut:
1) Sebagai sebuah preseden yaitu keputusan yang diambil atas dasar pengalaman yang lalu
2) Sebagai suatu pengambilan keputusan tanpa melalui penelitian atau pertimbangan yang cermat. Sifatnya tergesa-gesa dan tidak matang.
3) Sebagai suatu pengambilan keputusan yang melibatkan unsur emosional (suka atau tidak suka).

Dalam kontek rasial, prasangka diartikan sebagai suatu sikap terhadap anggota kelompok etnis atau ras tertentu yang terlalu cepat tanpa induksi (Soelaeman; 1986:158). Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bersifat diskriminatif terhadap ras yang bersangkutan. Jadi, prasangka menunjuk pada sikap, sedangkan diskriminatif menunjuk pada tindakan dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu itu sendiri.


Allen Grinshaw (1961 : 303) memberi gambaran hubungan antara prasangka, diskriminasi, ketegangan dan kekerasan sosial sebagai berikut:
Allen Grinshaw.jpg
Contoh;
1. Prasangka yang mendalam antara orang-orang Israel dengan orang- orang Arab di Timur Tengah berkembang menjadi pertentangan sosial dan akhimya menjadi perang Arab-Israel tahun 1967. Setelah perang selesai, permasalahan masih tetap berkepanjangan dan tak kunjung selesai.
2. Orang-orang Papua New Gunea sebagai tetangga terdekat RI pernah berprasangka warga negara Indonesia yang melintasi batas lndonesia – Papua New Gunea diorganisasikan oleh orang—orang Indonesia dengan tujuan ekspansi. Melalui perundingan dengan niat dan sikap terbuka pemerintah Rl dengan Pemerintah Papua New Gunea, menjalin kesepakatan dan perjanjian kerjasama, sehingga rasa curiga dan prasangka terhadap satu sama lain berubah menjadi rasa saling pengertian dan rasa kebersamaan dalam hidup berdampingan antar tetangga dekat.

B. Etnosentrisme
Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan yang sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Dalam kehidupannya sehari-hari mereka bertingkah laku sejalan denga norma-norma dan nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaanya. Mereka menganggap kebudayaannya itu sebagai sebuah yang prima dan memandang segala hal yang berbeda dengan kebudayaanya adalah kurang baik dan kurang etis. Hal inilah yang dikenal sebagai etnosentrisme. Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan sendiri sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan dipergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Sebagian besar, meskipun tidak semuanya kelompok dalam suatu  masyarakat bersifat etnosentrisme. Levine dan Campbell (1972) menjelaskan bahwa etnosentrisme adalah suatu tanggapan manusiawi yang universal, yang ditemukan dalam seluruh masyarakat yang dikenal, dalam semua kelompok sosial dan praktisnya dalam seluruh Individu.

Dalam tingkah laku berkomunikasi, sikap etnosentrisme tampak canggung, tidak luwes. Penampilan etnosentrik itu dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Etnosentrime memberikan pengaruh terhadap nilai dan norma masyarakatnya. Etnosentrisme mengukuhkan nasionalisme dan patriotisme, tanpa etnosentrisme kesadaran nasional yang penuh semangat mungkin tidak akan terjadi. Nasionalisme tidaklah lain dari suatu tingkat loyalitas kelompok dalam bentuk yang lain. Masa-masa dan konflik ketegangan nasional selalu disertai propaganda etnosentrisme yang kuat.

Bentuk konflik yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu;
1. Konflik antar Individu
2. Konflik antarkelas sosial atau kelompok sosial
3. Konflik antargenerasi

C. Penyelesaian Konflik
Menurut George Simmel terdapat beberapa cara penyelesaian konflik yaitu;
1. Kemenangan
2. Kompromi atau perundingan
3. Rekonsiliasi
4. Saling memaafkan
5. Pencapaian sepakat

george simmel
Konflik bukanlah satu-satunya kenyataan dalam masyarakat. Pada hakikatnya manusia memiliki sifat kooperatif (bekerja sama). Para penganut teori fungsional melihat masyarakat sebagai suatu sistem dimana ada pembagian kerja yang meningkatkan orang-orang saling bekerjasama untuk meningkatkan kesehjateraan mereka. Para penganut teori tersebut melihat pemerinatahan sebagai alat untuk mengkoordinasi usaha bersama guna mencapai sasaran yang dipandang penting oleh konsensus {kepentingan) masyarakat. Konsensus (seringkali) dicapai melalui proses negoisasi, perbedaan pendapat dan kompromi yang disebut politik. Masyarakat memiliki berbagai cara dan upaya untuk dapat meredam konflik atau menghilangkan konflik. Salah satunya dengan mekanisme katup pengaman, beberap contoh diantaranya adalah;
1. Melakukan sindiran
Sindiran merupakan ungkapan rasa tidak suka atau tidak setuju terhadap suatu tindakan sosial. Sindiran dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk dapat meredam konflik.
2. Adanya pihak ketiga sebagai penengah
Yaitu dengan mengadukan rasa tidak suka atau tidak setuju itu kepada pihak lain yang akan memberikan jalan keluar atas tindakan sosia yang disetujui.
3. Musyawarah
Musyawarah merupakan cara untuk mempertemukan kesalahpahaman yang terjadi terhadap tindakan sosial yang tidak disetujui. Dengan musyawarah disepakati hal-hal yang dapat menjaga kebersamaan untuk menghindari konflik.
Beberapa upaya untuk mengurangi konflik adalah:
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2. Perluasan kesempatan belajar
3. Sikap terbuka dan lapang
4. Perasaan empati terhadap orang lain.


D. Perbedaan Konflik dan Kekerasan
unjuk rasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan memiliki pengertianperbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan dapat diartikan pula sebagai paksaan. Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (defensive) yang disertai penggunaan kekerasan orang lain. Terdapat empat jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi:
a. Kekerasan terbuka atau kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian
b. Kekerasan tertutup atau kekerasan tersembunyi atau secara tidak langsung dilakukan, seperti pengancaman terhadap seseorang.
c. Kekerasan agresif atau kekerasan untuk mendapatkan sesuatu seperti, penjambretan, perampokan, dan sebagainya.
d. Kekerasan defensif yaitu kekerasan untuk melindungi diri, seperti seseorang yang melakukan perlawanan saat dirampok.

Dalam istilah sosiologi dikenal adanya kekerasan kolektif, yaitu tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok secara bersa maan. Dalam pengertian luas kekerasan kolektif dilakukan oleh segerombolan orang (mob) dan kumpulan orang banyak (crowd) dan dalam pengertian sempitnya dilakukan oleh gang. Kemudian ada juga bentuk kekerasan kolektif maupun individu dengan memukul, pembunuhan serta tindakan kekerasan individu seperti bunuh diri. Dari pengertian kekerasan di atas dapat dilihat perbedaannya dengan konflik, bahwa konflik hanya sebatas pada pertentangan dan kekerasan berupa gerakan atau manisfestasi daripada konflik. Konflik dapat berubah menjadi kekerasan apabila konflik tidak dapat menemukan konsensus atau kesepakatan.

RANGKUMAN
Pada dasarnya konflik sosial merupakan benturan beberapa kepentingan antara dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi dalam proses interaksi sebagai akibat dari adanya perbedaan paham atau perbedaan kepentingan yang bersifat mendasar. Munculnya konflik diawali dengan adanya jurang pemisah (gap) yang meretakkan proses interaksi social. Beberapa hal yang sering menjadi penyebab terjadinya konflik adalah sebagai berikut:
a. Adanya perbedaan pandangan yang berkenaan dengan
b. persoalan prinsip.
c. Adanya perselisihan paham yang membangkitkan emosi kedua belah pihak.
d. Adanya benturan kepentingan terhadap suatu objek yang sama.
e. Adanya perbedaan sistem nilai dan sistem norma yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
f.Adanya perbedaan kepentingan politik baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional.

Bentuk-bentuk konflik sosial yang ada dalam masyarakat adalah:
(1) Konflik Antarkelas
(2) Konflik Antarras
(3) Konflik Antarkelompok Horisontal
(4) Konflik Antarkelompok Teritorial
(5) Konflik Antarkelompok Korporatif
(6) Konflik Antarkelompok Ideologis
Wujud konflik ditandai dengan adanya upaya saling mengancam dan bahkan saling menghancurkan satu sama lain secara tidak wajar dan tidak konstitusional. Perundingan (negotiation) merupakan jalan tengah yang perlu diambil untuk menghindari akibat paling buruk dari adanya konflik.


Referensi buku; Elisanti Tintin Rostini, Sosiologi, Jakarta Penerbit : CV. Indradjaja 2009

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel