Masa Akhir Orde Baru
Masa Akhir Orde Baru
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional. Lahirnya reformasi oleh karena pemerintah Orde Baru yang sebelumnya berjalan secara otoriter dan sentralistik yang tidak memberikan ruang demokrasi dan kebebasan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Gerakan Reformasi diawali ketika Presiden Soeharto meletakan jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Mengapa? Padahal ia merupakan penguasa Orde Baru yang dapat bertahan 32 tahun lamanya.
Proses kejatuhan Orde Baru telah
tampak ketika Indonesia mengalami dampak langsung dari krisis ekonomi yang
melanda negara-negara di Asia. Ketika krisis ini melanda Indonesia, nilai
rupiah jatuh secara drastis, dampaknya terus menggerus di segala bidang
kehidupan, mulai dari bidang ekonomi, politik dan sosial. Tidak sampai menempuh
waktu yang lama, sejak pertengahan tahun 1997, ketika krisis moneter melanda
dunia, bulan Mei 1998, Orde Baru akhirnya runtuh. Krisis moneter membuka jalan
bagi kita menuju terwujudnya kehidupan berdemokrasi yang sehat, yang selama ini
terkukung oleh sistem kekuasaan Orde Baru yang serba menguasai semua sisi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Proses menuju reformasi telah
dimulai ketika wacana penentangan politik secara terbuka kepada Orde Baru mulai
muncul. Penentangan ini terus digulirkan oleh mahasiswa, cendikiawan dan
masyarakat, mereka menuntut pelaksanaan proses demokratisasi yang sehat dan
terbebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang mucul dampak
tidak diimbanginya pembangunan fisik dengan pembangunan mental (character
building) terhadap para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan
maupun pelaku ekonomi (pengusaha/konglomerat). Mereka juga menuntut terwujudnya
rule of law, good governnanceserta berjalannya pemerintahan yang bersih. Oleh
karena itu, bagi mereka reformasi merupakan sebuah era dan suasana yang
senanatiasa terus diperjuangkan dan dipelihara. Jadi bukan hanya sebuah
momentum, namun sebuah proses yang harus senantiasa dipupuk 1. Krisis Moneter,
Politik, Hukum dan Kepercayaan
Krisis moneter yang melanda
Thailand pada awal Juli 1997, merupakan permulaan peristiwa yang mengguncang
nilai tukar mata uang negara-negara di Asia, seperti Malaysia, Filipina, Korea
dan Indonesia. Rupiah yang berada pada posisi nilai tukar Rp.2.500/US$ terus
mengalami kemerosotan.
Situasi ini mendorong Presiden
Soeharto meminta bantuan dari International Monetary Fund (IMF). Persetujuan
bantuan IMF dilakukan pada Oktober 1997 dengan syarat pemerintah Indonesia
harus melakukan pembaruan kebijakan-kebijakan, terutama kebijakan ekonomi.
Diantara syarat-syarat tersebut
adalah penghentian subsidi dan penutupan 16 bank swasta. Namun usaha ini tidak
menyelesaikan masalah yang dihadapi.Upaya pemerintah untuk menguatkan nilai
tukar rupiah, melalui Bank Indonesia dengan melakukan intervensi pasar tidak
mampu membendung nilai tukar rupiah yang terus merosot. Nilai tukar rupiah yang
berada di posisi Rp.4000/US$ pada Oktober terus melemah menjadi sekitar
Rp.17.000/US$ pada bulan Januari 1998. Kondisi ini berdampak pada jatuhnya
bursa saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang
menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Kondisi ini membuat Presiden
Soeharto menerima proposal reformasi IMF pada tanggal 15 Januari 1998 dengan
ditandatanganinya Letter of Intent(Nota Kesepakatan) antara Presiden Soeharto
dan Direktur Pelaksana IMF Michele Camdesius. Namun, kemudian Presiden Soeharto
menyatakan bahwa paket IMF yang ditandatanganinya membawa Indonesia pada sistem
ekonomi liberal. Hal ini menyiratkan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan
melaksanakan perjanjian IMF yang berisi 50 butir kesepakatan tersebut. Situasi
tarik menarik antara pemerintah dan IMF itu menyebabkan krisis ekonomi semakin
memburuk.
Pada saat krisis semakin dalam,
muncul ketegangan-ketegangan sosial dalam masyarakat. Pada bulan-bulan awal
1998 di sejumlah kota terjadi kerusuhan anti Cina. Kelompok ini menjadi sasaran
kemarahan masyarakat karena mereka mendominasi perekonomian di Indonesia.
Krisis ini pun semakin menjalar dalam bentuk gejolak-gejolak non ekonomi
lainnya yang membawa pengaruh terhadap proses perubahan selanjutnya.Sementara
itu, sesuai dengan hasil Pemilu ke-6 yang diselenggarakan pada tanggal 29 Mei
1997, Golkar memperoleh suara 74,5 persen, PPP 22,4 persen, dan PDI 3 persen.
Setelah pelaksanaan pemilu tersebut perhatian tercurah pada Sidang Umum MPR
yang dilaksanakan pada Maret 1998. Sidang umum MPR ini akan memilih presiden
dan wakil presiden. Sidang umum tersebut kemudian menetapkan kembali Soeharto
sebagai presiden untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kalinya dengan B.J.
Habibie sebagai wakil presiden.Dalam beberapa minggu setelah terpilihnya
kembali Soeharto sebagai Presiden RI, kekuatan-kekuatan oposisi yang sejak lama
dibatasi mulai muncul ke permukaan. Meningkatnya kecaman terhadap Presiden
Soeharto terus meningkat yang ditandai lahirnya gerakan mahasiswa sejak awal
1998.
Gerakan mahasiswa yang mulai
mengkristal di kampus-kampus, seperti ITB, UI dan lain-lain semakin meningkat
intensitasnya sejak terpilihnya Soeharto.Demonstrasi-demonstrasi mahasiswa
berskala besar di seluruh Indonesia melibatkan pula para staf akademis maupun
pimpinan universitas. Garis besar tuntutan mahasiswa dalam aksi-aksinya di
kampus di berbagai kota, yaitu tuntutan penurunan harga sembako (sembilan bahan
pokok), penghapusan monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) serta suksesi
kepemimpinan nasional.
Aksi-aksi mahasiswa yang tidak
mendapatkan tanggapan dari pemerintah menyebabkan para mahasiswa di berbagai
kota mulai mengadakan aksi hingga keluar kampus. Maraknya aksi-aksi mahasiswa
yang sering berlanjut menjadi bentrokan dengan aparat kemanan membuat
Menhankam/Pangab, Jenderal Wiranto, mencoba meredamnya dengan menawarkan
dialog. Dari dialog tersebut diharapkan komunikasi antara pemerintah dan
masyarakat kembali terbuka. Namun mahasiswa menganggap bahwa dialog dengan
pemerintah tidak efektif karena tuntutan pokok mereka adalah reformasi politik
dan ekonomi pengunduran diri Presiden Soeharto. Menurut mahasiswa, mitra dialog
yang paling efektif adalah lembaga kepresidenan dan MPR.
Di tengah maraknya aksi protes
mahasiswa dan komponen masyarakat lainnya, pada tanggal 4 Mei 1998 pemerintah
mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik. Kebijakan
yang diambil pemerintah bertentangan dengan tuntutan yang berkembang saat itu.
Sehingga naiknya harga BBM dan tarif dasar listrik semakin memicu gerakan
massa, karena kebijakan tersebut berdampak pula pada naiknya biaya angkutan dan
barang kebutuhan lainnya.Dalam kondisi negara yang sedang mengalami krisis,
Presiden Soeharto, Pada 9 Mei 1998, berangkat ke Kairo (Mesir) untuk menghadiri
Konferensi G 15.
Di dalam pesawat menjelang
keberangkatannya Presiden Soeharto meminta masyarakat tenang dan memahami
kenaikan harga BBM. Selain itu, ia menyerukan kepada lawan–lawan politiknya
bahwa pasukan keamanan akan menangani dengan tegas setiap gangguan yang muncul.
Meskipun demikian kerusuhan tetap tidak dapat dipadamkan dan gelombang protes
dari berbagai kalangan komponen masyarakat terus berlangsung.
2. Tuntutan dan Agenda Reformasi
Reformasi adalah gerakan untuk
mengubah bentuk atau perilaku suatu tatanan, karena tatanan tersebut tidak lagi
disukai atau tidak sesuai dengan kebutuhan zaman, baik karena tidak efisien
maupun tidak bersih dan tidak demokratis.
“Reformasi atau mati”. Demikian
tuntutan yang torehkan oleh para aktivis mahasiswa pada spanduk-spanduk yang
terpampang di kampus mereka, atau yang mereka teriakan saat melakukan aksi
protes melalui kegiatan unjuk rasa pada akhir April 1998. Tuntutan tersebut
menggambarkan sebuah titik kulminasi dari gerakan aksi protes yang tumbuh di
lingkungan kampus secara nasional sejak awal tahun 1998. Gerakan ini bertujuan
untuk melakukan tekanan agar pemerintah mengadakan perubahan politik yang
berarti, melalui pelaksanaan reformasi secara total.
Kemunculan gerakan reformasi
dilatarbelakangi terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia.
Gerakan ini pada awalnya hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus besar. Namun
mahasiswa akhirnya harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak
mendapatkan respon dari pemerintah. Gerakan Reformasi tahun 1998 mempunyai enam
agenda yaitu:
1. Suksesi kepemimpinan nasional
2. Amendemen UUD 1945
3. Pemberantasan KKN
4. Penghapusan dwifungsi ABRI
5. Penegakan supremasi hukum,
6. Pelaksanaan otonomi daerah
Agenda utama gerakan reformasi
adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Berikut ini kronologi beberapa
peristiwa penting selama gerakan reformasi yang memuncak pada tahun 1998.Dalam
rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang akan diselenggarakan pada
tanggal 20 Mei 1998 direncanakan oleh gerakan mahasiswa sebagai momen Hari
Reformasi Nasional. Namun ledakan kerusuhan terjadi lebih awal dan di luar
dugaan. Pada tanggal 12 Mei 1998 empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta tewas
tertembak peluru aparat keamanan saat demonstrasi menuntut Soeharto mundur.
Mereka adalah Elang Mulya, Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin
Royan.
Mereka tertembak ketika ribuan
mahasiswa Trisakti dan lainnya baru memasuki kampusnya setelah melakukan
demostrasi di gedung MPR.Penembakan aparat di Universitas Trisakti itu menyulut
demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan,
pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo. Kondisi ini memaksa Presiden
Soeharto mempercepat kepulangannya dari Mesir. Sementara itu, mulai tanggal 14
Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Bahkan, para demonstran mulai
menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah.
Mahasiswa Jakarta menjadikan
gedung DPR/MPR sebagai pusat gerakan yang relatif aman. Ratusan ribu mahasiswa
menduduki gedung rakyat. Bahkan, mereka menduduki atap gedung tersebut. Mereka
berupaya menemui pimpinan MPR/DPR agar mengambil sikap yang tegas. Akhirnya,
tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR/DPR Harmoko meminta Soeharto turun dari
jabatannya sebagai presiden.
Untuk mengatasi keadaan, Presiden
Soeharto menjanjikan akan mempercepat pemilu. Hal ini dinyatakan setelah
Soeharto mengundang beberapa tokoh masyarakat seperti Nurcholish Madjid dan
Abdurrahman Wahid ke Istana Negara pada tanggal 19 Mei 1998. Akan tetapi, upaya
ini tidak mendapat sambutan rakyat.
Momentum hari Kebangkitan
Nasional 20 Mei 1998 rencananya digunakan tokoh reformasi Amien Rais untuk
mengadakan doa bersama di sekitar Tugu Monas. Akan tetapi, beliau membatalkan
rencana apel dan doa bersama karena 80.000 tentara bersiaga di kawasan
tersebut. Di Yogyakarta, Surakarta, Medan, dan Bandung ribuan mahasiswa dan
rakyat berdemonstrasi. Ketua MPR/DPR Harmoko kembali meminta Soeharto
mengundurkan diri pada hari Jumat tanggal 20 Mei 1998 atau DPR/MPR akan
terpaksa memilih presiden baru. Bersamaan dengan itu, sebelas menteri Kabinet
Pembangunan VII mengundurkan diri.
Akhirnya, pada pukul 09.00 WIB
Presiden Soeharto membacakan pernyataan pengunduran dirinya. Itulah beberapa
peristiwa penting menyangkut gerakan reformasi tahun 1998. Soeharto
mengundurkan diri dari jabatan presiden yang telah dipegang selama 32 tahun.
Pidato pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden RI pada tanggal 21
Mei 1998 di Istana Negara, Jakarta
Beliau mengucapkan terima kasih
dan mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Soeharto kemudian digantikan
B.J. Habibie. Sejak saat itu berakhirlah era Orde Baru selama 32 tahun,
Indonesia memasuki sebuah era baru yang kemudian dikenal sebagai Masa
Reformasi.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER