Kerajaan Gowa-Tallo, Politik, Sosial Budaya dan Kehidupan Ekonomi
Negara Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan
kerajaan kembar yang membentuk persekutuan tahun 1528 dengan nama Makassar.
Kerajaan ini terletak di tepi jalur utama perdagangan antara Malaka–Maluku.
Dampaknya adalah tempat ini menjadi persinggahan para pedagang yang datang dari
berbagai kawasan. Semakin lama, Makassar memainkan peranan penting di dalam
pelayaran dan perdagangan di Nusantara.
a. Kehidupan Politik
Sebetulnya ada banyak kerajaan di
sekitar Makassar. Misalnya Gowa, Tallo, Bone, Soppeng, Wajo, dan Sidenreng.
Namun, hanya Gowa dan Tallo yang menggabungkan diri menjadi satu kekuatan dengan
nama Makassar. Raja Makassar yang pertama masuk Islam adalah Karaeng Matoaya
dengan gelar Sultan Alaudin (1593– 1639). Penguasa selanjutnya adalah Malekul
Said (1639–1653), berhasil membuat Kerajaan Makassar menjadi kerajaan maritim. Puncak
kegemilangan Kerajaan Makassar terjadi saat Sultan Hasanuddin memegang tampuk
kekuasaan. Di tangannya, Kerajaan Makassar berkembang menjadi sebuah kerajaan
dengan jaringan perdagangan yang kuat dan pengaruh yang luas. Sultan Hasanuddin
adalah seorang raja yang antimonopoli, sehingga ketika Belanda datang ingin
menguasai jaringan perdagangan yang telah lama terbentuk, ia menentang dengan keras.
Keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan diIndonesia bagian timur jelas tidak
bisa diterima oleh sultan. Konflik terjadi dan Hasanuddin berhasil menghalau
pasukan VOC dari kawasan Maluku. Namun, upaya Belanda untuk menguasai jaringan
perdagangan di kawasan Indonesia bagian timur itu tidak pernah surut. Dengan
siasat adu domba, Belanda berhasil memanfaatkan Aru Palaka (Raja Bone) untuk
memasukkan pengaruhnya. Saat itu, Kerajaan Bone masuk dalam kekuasaan Kerajaan
Makassar. Akhirnya, pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin harus menandatangani
Perjanjian Bongaya dengan Belanda. Isi perjanjian itu antara lain VOC
diperbolehkan memonopoli perdagangan dengan mendirikan benteng, Makassar melepaskan
wilayah-wilayah kekuasaannya, dan Aru Palaka dirajakan di Bone.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Sudah sejak lama suku bangsa
Bugis dikenal sebagai bangsa pelaut yang ulung. Salah satu hasil budayanya yang
mengagumkan adalah perahu pinisi. Dengan
menggunakan perahu itu, mereka mengarungi lautan lepas dan membangun jaringan
pelayaran dan perdagangan antarpulau bahkan antarkawasan. Para penguasa Gowa
sudah sejak lama menerapkan prinsip mare liberum atau laut bebas. Meskipun
begitu, mereka sangat terikat dengan dengan norma adat yang ketat. Norma yang
dianut masyarakat Makassar biasa disebut pangadakkang bersumber dari ajaran agama Islam. Bahkan
hingga kini, masyarakat Makassar terkenal dengan penghormatannya yang kuat pada
norma-norma adat. Struktur sosial masyarakat Makassar meliputi golongan
bangsawan yang disebut karaeng, rakyat
kebanyakan yang disebut to maradeka dan
hamba sahaya yang disebut ata.
c. Kehidupan Ekonomi
Pada
masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar menjadi kerajaan maritim
yang besar dan menjelma menjadi pusat perdagangan di kawasan Indonesia bagian
timur. Ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya: Malaka jatuh ke tangan
Portugis, beralihnya para pedagang, mundurnya peran Jawa, dan letaknya yang
strategis. Meskipun harus melayani kepentingan beragam pedagang yang berasal
dari berbagai bangsa, namun Kerajaan Makassar tetap mampu mengatur aktivitas
perdagangan tersebut secara tertib dan adil.
Terimakasih Telah Membaca Di Blog Saya!!!
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER