Negara Kerajaan Ternate dan Tidore
Negara Kerajaan Ternate dan
Tidore
Kepulauan Maluku telah lama
dikenal di dunia perdagangan. Salah satu penyebabnya adalah produksi
rempah-rempah yang mampu menopang kebutuhan dunia antara abad XV–XVII.
Tingginya permintaan akan rempah-rempah itu, mendorong munculnya persekutuan
beberapa daerah di Maluku Utara. Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon
menggabungkan diri menjadi Ulilima, sedangkan Tidore, Makayan, Jailolo, dan
Kepulauan Halmahera menggabungkan diri menjadi Ulisiwa. Hanya saja, kedua
kelompok penghasil rempah-rempah itu justru terjadi persaingan yang saling
melemahkan. Apalagi setelah bangsa Barat datang di Kepulauan Maluku untuk
mendapatkan rempah-rempah secara langsung.
a. Kehidupan Politik
Kehidupan politik di kawasan
Kepulauan Maluku sangat dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan rempah-rempah. Kedatangan
bangsa-bangsa Barat di kawasan ini mempunyai andil yang sangat besar di dalam
pertikaian antarkerajaan di Kepulauan Maluku. Bangsa Barat pertama yang datang
adalah Portugis, bahkan tahun 1512 bersekutu dengan Ternate dan membangun benteng
pertahanan. Lalu, Spanyol datang dan membangun persekutuan dengan Tidore.
Keterlibatan kedua bangsa asing itu memperuncing pertikaian yang terjadi antara
kedua bangsa dan kerajaan. Bahkan, pertikaian itu harus diselesaikan oleh Paus melalui
Perjanjian Saragosa. Dampaknya adalah Maluku berada di bawah kekuasaan
Portugis, sementara itu Spanyol harus hengkang dan menduduki Filipina. Dalam
perkembangannya, Portugis berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah dan menguasai
Kepulauan Maluku. Tindakan ini mendapat perlawanan rakyat dari kedua kerajaan.
Perang terjadi dan Sultan Hairun (Ternate) tewas terbunuh dalam sebuah
pertempuran tahun 1570.
Perlawanan berikutnya diteruskan
oleh Sultan Baabullah dengan merebut Benteng Sao Paolo pada tahun 1575.
Portugis menyerah dan Kepulauan Maluku jatuh ke tangan Sultan Baabullah hingga
ia mendapat sebutan ”Tuan dar 72 Pulau”. Kerajaan Ternate pun mencapai puncak
kegemilangannya.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya di
Kepulauan Maluku diwarnai oleh dua agama, yaitu Islam dan Katolik, sementara
itu daerah pedalaman masih memercayai animisme dan dinamisme. Islam masuk ke Maluku
dibawa oleh para dai dan pedagang dari Jawa yang datang ke Maluku untuk
berdagang rempah-rempah. Sedangkan agama Katolik dibawa oleh bangsa Portugis.
Dalam perkembangannya, Portugis berhasil mengadu domba rakyat Maluku dengan
dasar agama. Tetapi, berkat persatuan di antara rakyat Ternate dan Tidore, perbedaan
itu bisa diatasi hingga tidak saling mengalahkan. Kita kini masih bisa
menyaksikan sisa-sisa kebesaran Islam di Maluku baik berupa peninggalan masjid,
istana, benteng, keraton, dan benda-benda bersejarah lainnya.
c. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi rakyat sangat
dipengaruhi oleh perkebunan rempah-rempah dan aktivitas perdagangan. Ternate
dan Tidore dikenal sebagai produsen utama komoditas rempah-rempah yang banyak
diperjualbelikan dalam perdagangan dunia abad XV–XVII. Semakin ramai kegiatan
perdagangan semakin besar pula kesempatan rakyat untuk menikmati kesejahteraan.
Akan tetapi, karena praktik monopoli VOC dalam perdagangan yang diikuti dengan
kebijakan ekstirpasi, kehidupan rakyat semakin hancur dan menderita.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER