Proses Perubahan Sosial Di Masyarakat Indonesia
Dalam kegiatan
komunikasi, pasti akan terjadi pertukaran dan bahkan penyebaran
gagasan-gagasan, keyakinan-keyakinan, dan bahkan penyebaran hasil kebudayaan
yang bersifat fisik. Komunikasi tersebut akan segera diikuti oleh beberapa
proses lanjutan, yakni difusi,
akulturasi, asimilasi, dan akomodasi.
Difusi merupakan suatu proses
penyebaran atau perembesan unsur-unsur kebudayaan yang berupa gagasan-gagasan,
keyakinan-keyakinan, serta hasil-hasil kebudayaan dari seseorang atau
sekelompok orang yang satu kepada seseorang atau sekelompok orang yang lainnya.
Berangkat dari pengertian tersebut dapat dibedakan adanya dua tipe difusi,
yakni: (1) difusi intra-masyarakat ( intra society diffusion ), yakni proses difusi
yang terjadi antar
individu atau antargolongan dalam suatu
masyarakat, dan (2) difusi antar-masyarakat (intersociety diffusion), yakni
proses difusi yang terjadi antara suatu masyarakat yang satu terhadap
masyarakat yang lainnya.
Proses terjadinya, difusi dapat
dibedakan atas tiga macam, yakni sebagai berikut:
1. Perembesan damai
Perembesan damai merupakan suatu proses
masuknya unsur-unsur baru, baik yang berupa gagasan-gagasan,
keyakinan-keyakinan, maupun kebudayaan fisik ke dalam suatu masyarakat tanpa
adanya kekerasan.
2. Perembesan dengan kekerasan
(penetration violence)
Perembesan dengan kekerasan
(penetration violence) merupakan suatu proses masuknya unsur-unsur baru, baik
yang berupa gagasan-gagasan, keyakinan-keyakinan, maupun kebudayaan fisik ke
dalam suatu masyarakat melalui kekerasan dan paksaan sehingga merusak sistem
nilai, sistem norma, dan sekaligus sistem kebudayaan pada masyarakat penerima.
3. Perembesan simbiotik
Perembesan simbiotik merupakan proses
saling memberi dan saling menerima terhadap adanya gagasan-gagasan,
keyakinan-keyakinan, maupun kebudayaan fisik lainnya yang terjadi antara dua
masyarakat atau lebih.
Terdapat tiga macam perembesan
simbiotik, yaitu:
(1) perembesan simbiotik mutualistik,
yakni suatu proses perembesan simbiotik yang saling menguntungkan antara kedua
belah pihak, (2) perembesan simbiotik komersialistik, yakni suatu proses
perembesan simbiotik yang menempatkan salah satu pihak dalam posisi beruntung,
sedangkan pihak yang lainnya tidak merasa dirugikan, dan (3) perembesan
simbiotik parasitistik, yakni suatu proses perembesan simbiotik yang
menempatkan salah satu pihak dalam posisi beruntung, sedangkan pihak yang
lainnya dirugikan.
Akulturasi merupakan suatu
proses bertemunya dua kebudayaan atau lebih, baik yang berupa kompleks ide, kompleks
perilaku, dan kompleks hasil perilaku, sehingga menciptakan suatu bentuk
kebudayaan baru tanpa harus menghilangkan ciri-ciri khas dari kebudayaan yang
ada sebelumnya. Beberapa contoh akulturasi tersebut dapat diperhatikan pada
struktur pemerintahan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia,
pembangunan masjid-masjid pada masa kerajaan Islam, dan lain sebagainya.
Asimilasi merupakan proses interaksi
antara dua kebudayaan atau lebih yang berlangsung secara intensif dalam waktu
yang relatif lama sehingga masing-masing kebudayaan tersebut benar-benar
berubah dalam wujudnya yang baru yang berbeda dengan wujud aslinya. Proses
asimilasi akan semakin cepat jika didukung oleh beberapa faktor, seperti:
(1) adanya toleransi antarkebudayaan
yang berbeda,
(2) adanya kesempatan-kesempatan yang
seimbang dalam bidang ekonomi,
(3) adanya sikap menghargai terhadap
orang asing berikut kebudayaannya,
(4) adanya sikap terbuka dari para
penguasa,
(5) adanya persamaan dalam unsur-unsur
kebudayaan,
(6) terjadinya perkawinan campuran
(amalgamation), dan
(7) adanya musuh bersama dari luar.
Contoh paling nyata dari proses
asimilasi tersebut dapat diperhatikan dalam kehidupan masyarakat muslim di Desa
Pegayaman, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Buleleng, Bali. Secara keyakinan,
masyarakat Desa Pegayaman tersebut merupakan pemeluk agama Islam yang taat.
Akan tetapi terdapat beberapa unsur kebudayaan lain yang berbeda sama sekali
dengan kebudayaan masyarakat Muslim lainnya sebagai akibat dari proses
interaksi yang panjang dengan masyarakat Hindu yang hidup berdampingan secara
damai di sekitarnya. Beberapa hasil dari proses asimilasi yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat Muslim di Desa Pegayaman tersebut antara lain terlihat
pada sistem penamaan anak yang menggunakan istilah Gede, Wayan, Putu, Ketut dan
sebagainya yang lazim digunakan oleh masyarakat Bali. Selain itu masyarakat
Desa Pegayaman juga mengembangkan sistem pengairan yang diorganisasi sedemikain
rupa sehingga mirip dengan sistem Subak, dan masih banyak tradisi dan
kebudayaan lain yang merupakan asimilasi dengan masyarakat Bali. Proses asimilasi
akan sulit terjadi dalam kehidupan masyarakat mana kala terdapat beberapa
faktor sebagai berikut:
1. terisolirnya
kehidupan suatu kelompok masyarakat,
2. kurangnya
pengetahuan tentang kebudayaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat
lainnya,
3. perasaan
takut dan menutup diri terhadap pengaruh kebudyaan lain,
4. perasaan
bahwa kebudayaannya lebih tinggi dibandingkan dengan kebudayaan lainnya,
5. adanya
perbedaan ras, yakni perbedaan ciri-ciri fisik seperti warna dan bentuk rambut,
warna dan bentuk mata, warna kulit, postur tubuh, dan lain sebagainya,
6. jati
diri kelompok atau kesukuan (in-group feeling) yang terlalu kuat,
7. terjadinya
gangguan-gangguan yang dilakukan oleh golongan mayoritas terhadap golongan
minoritas, dan
8. adanya
perbedaan kepentingan.
Akomodasi merupakan suatu kondisi yang
memungkinkan terjadinya proses interaksi yang seimbang, baik antara individu
dengan individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan
kelompok sehingga terjadi saling pengertian, saling pemahaman, dan saling
penghormatan terhadap keberadaan sistem nilai dan sistem norma yang berkembang
dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Karena sifatnya yang positif,
akomodasi sering diusahakan untuk menciptakan stabilitas dalam kehidupan
bermasyarakat. Adapun tujuan dari akomodasi antara lain adalah untuk:
(1) mengurangi perbedaan dan
pertentangan,
(2) mencegah terjadinya bentrokan,
(3) menciptakan iklim yang memungkinkan
terjadinya kerja sama, dan
(4) mengusahakan terjadinya asimilasi
sehingga kehidupan masyarakat akan semakin stabil.
Adapun bentuk-bentuk dari akomodasi
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Kompromi (compromise)
Kompromi merupakan suatu usaha yang
ditempuh untuk mengendalikan konfik dengan cara membentuk kesepakatan bersama
atau saling mengurangi tuntutan satu sama lain.
b. Arbitrasi (arbitration)
Arbitrasi merupakan suatu usaha untuk
mengendalikan konflik dengan cara menunjuk pihak ketiga yang ditunjuk oleh
pihak-pihak yang terlibat konflik. Dalam arbitrasi, pihak ketiga tersebut berwenang
mengambil keputusan, sedangkan pihak-pihak yang terlibat konflik harus menerima
kepitisan pihak ketiga, baik secara sukarela maupun terpaksa.
c. Mediasi (mediation)
Sama seperti arbitrasi, mediasi
merupakan suatu usaha untuk mengendalikan konflik dengan cara menunjuk pihak
ketiga. Akan tetapi, wewenang pihak ketiga tersebut hanya sebatas pada
pemberian nasehat dan beberapa alternatif jalan keluar lainnya yang tidak
mengikat kepada pihak-pihak yang bertikai.
d. Konsiliasi (conciliation)
Konsiliasi merupakan suatu usaha untuk
mengendalikan konflik dengan menggunakan lembaga-lembaga tertentu yang
memungkinkan bagi masing-masing pihak yang bertikai dapat duduk bersama
mendiskusikan persoalan-persoalan yang dipertentangkan. Tujuan dari konsiliasi
adalah mempertemukan keinginan-keinginan dan sekaligus keberatan-keberatan
antara masing-masing pihak yang bertikai dalam rangka mencari persetujuan
bersama.
Setiap masyarakat, kapanpun dan di
manapun, akan mengalami perubahan. Dengan demikian, perubahan sosial dapat
diperhatikan secara vertikal maupun secara horizontal. Melihat perubahan sosial
secara vertikal dilakukan dengan cara membandingkan keadaan-keadaan masyarakat
pada masa lampau dengan keadaan-keadaan masyarakat pada masa sekarang. Adapun
untuk melihat perubahan sosial secara horizontal dapat dilakukan dengan
membandingkan keadaan-keadaan suatu masyarakat yang ada di daerah tertentu
dengan keadaan-keadaan masyarakat di daerah lainnya. Dengan kegiatan
perbandingan tersebut diketahui adanya masyarakat yang terbelakang, masyarakat
yang sedang berkembang, dan masyarakat yang sudah maju.
Sehubungan dengan uraian di atas,
Soerjono Soekanto memberikan beberapa karakteristik perubahan sosial yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat, yakni sebagai berikut:
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti
berkembang karena setiap masyarakat mengalami dinamika, baik cepat maupun
lambat.
2. Perubahan-perubahan yang terjadi
pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan-perubahan
pada lembaga-lembaga yang lainnya. Fenomena tersebut terjadi karena
lembaga-lembaga sosial bersifat interdependen sehingga sangat sulit untuk
mengisolasi adanya perubahan-perubahan pada lembaga sosial yang tertentu saja.
Perubahan sosial pada masing-masing lembaga kemasyarakatan merupakan suatu mata
rantai yang tidak mungkin dapat diputus.
3. Perubahan sosial yang terlalu cepat
akan menimbulkan terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara.
Kesementaraan tersebut terjadi sehubungan dengan adanya proses penyesuaian diri
dan sekaligus adanya reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang baru.
4. Perubahan-perubahan sosial tidak
dapat dibatasi hanya pada bidang yang bersifat material atau hanya pada bidang
yang bersifat spiritual saja. Perubahan-perubahan sosial sekaligus akan
mencakup bidang yang bersifat material dan bidang yang bersifat spiritual
karena antara kedua bidang tersebut terjadi hubungan timbal balik yang sangat
kuat.
5. Secara tipologis perubahan-perubahan
sosial dapat dikategorikan sebagai berikut: proses sosial, segmentasi,
perubahan struktural, dan perubahan-perubahan pada struktur kelompok.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER