Sejarah Berdirinya Dan Alur Perjalanan KPK Dalam Memberantas Koruptor (Sejarah Singkat)
Sejarah Berdirinya Dan Alur Perjalanan KPK Dalam Memberantas Koruptor (Sejarah Singkat)
Wacana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilontarkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri belum bisa diwujudkan. Hal tersebut dikarenakan, kejaksaan dan kepolisian belum bisa diandalkan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Meski berkali-kali menangkap pejabat negara, anggota DPR, menteri, kepala daerah sampai petinggi parpol, akan tetapi praktik korupsi masih tumbuh subur di Tanah Air Indonesia.
Sejarah berdirinya KPK sebagai ujung tombak dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
Pada tahun 2002 KPK didirikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pembentukan KPK didasari; karena Megawati melihat institusi kejaksaan & kepolisian waktu itu terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tidak sanggup. Dan jaksa maupun polisi sulit dibubarkan sehingga dibentuklah KPK.
Ide awal pembentukan KPK sebenarnya sudah muncul di era Presiden BJ Habibie yang mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih & bebas dari KKN. Habibie kemudian memulai dengan membentuk berbagai komisi / badan baru seperti KPKPN, KPPU / lembaga Ombudsman.
Agar lebih serius dalam penanganan pemberantasan korupsi, presiden berikutnya, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan tersebut di bentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman & dipimpin Hakim Agung Andi Andojo. Tetapi, di tengah semangat menggebu-gebunya dalam upaya memberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan.
Sejak saat itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam usaha pemberantasan KKN. Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur dianggap sebagian masyarakat yang tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang bisa mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Setelah Gus Dur lengser, Bu Megawati pun menggantikannya. Di era putri Presiden pertama RI, Megawarti berupaya mewujudkan kembali semangat pemberantasan korupsi. UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil di wujudkan oleh pemerintahan Megawati. Termasuk melahirkan 5 pendekar pemberantasan korupsi pertama.
KPK merupakan lembaga negara yang di bentuk guna meningkatkan daya guna & hasil guna terhadap usaha pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK ber-sifat independen & bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas & wewenangnya. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada 5 asas, yaitu; kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, serta proporsionalitas.
KPK mempunyai 4 tugas penting yaitu; koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan, & penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan- tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, & melakukan pengamatan / monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia.
Sementara dalam pelaksanaan koordinasi, KPK berwenang mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan tindak pidana korupsi yakni; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; serta meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
Berikutnya dalam melaksanakan dengan pendapat / pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, & meminta laporan instansi mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
KPK bertanggung jawab kepada publik & menyampaikan laporannya secara terbuka & berkala kepada Presiden, DPR, serta BPK. KPK di pimpin oleh pemimpin KPK yang terdiri atas 5 orang, seorang ketua merangkap anggota & 4 orang wakil ketua merangkap anggota.
Pemimpin KPK memegang jabatan selama 4 tahun & dapat di pilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan saja. Dalam pengambilan keputusan pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.
Pada masa awal berdirinya KPK, bisa dikatakan modalnya adalah 'nol besar'. Para pemimpin KPK dilantik tanpa gedung kantor guna bisa bekerja & tanpa karyawan. Mereka bahkan membawa staf dari kantor lamanya masing- masing & menggajinya sendiri.
Tak berapa lama kemudian, muncul tim dari BPKP yang menjadi karyawan pertama di KPK. Waktu berlalu & tim tambahan dari kejaksaan serta kepolisian, mulai datang guna bekerja di KPK.
Dalam perjalanannya, KPK berkali-kali berganti kepemimpinan. Diawali oleh Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971. Bersama Ruki, yang mendampingi Amien Sunaryadi, Sjahruddin Rasul, Tumpak H Panggabean, & Erry Riyana Hardjapamekas.
Di bawah kepemimpinan Ruki, KPK hendak memosisikan diri sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat & institusi lain guna terciptanya jalannya sebuah 'good & clean governance' (pemerintahan baik & bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan anggota DPR RI dari tahun 1992 hingga 2001, Ruki tetap konsisten walaupun mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Ruki menyampaikan bahwa “pembudayaan etika & integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat maupun organisasi bisnis.
Kiprah Ruki, kemudian dilanjutkan Antasari Azhar (2007 hingga 2009). Kontroversi Antasari saat menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2000- 2007) yang gagal mengeksekusi Tommy Soeharto tidak menghalangi pengangkatannya menjadi Ketua KPK setelah berhasil mengungguli calon lain yakni Chandra M Hamzah dengan memperoleh 41 suara dalam pemungutan suara yang dilangsungkan Komisi III DPR.
Kiprahnya sebagai Ketua KPK diantaranya menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan & Artalyta Suryani dalam kaitan penyuapan kasus BLBI Syamsul Nursalim. Kemudian penangkapan Al Amin Nur Nasution dalam kasus persetujuan pelepasan kawasan Hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatera Selatan.
Antasari berjasa menyeret Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Tantowi Pohan yang merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke penjara atas kasus korupsi aliran dana BI. Sayang-nya, kiprah besar Antasari di lembaga pemberantasan korupsi terhenti. Karena Antasari terseret kasus pembunuhan pengusaha Nasrudin Zulkarnaen.
Pada 4 Mei 2009 Presiden SBY memberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK, Antasari kemudian digantikan oleh Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai pelaksana tugas (Plt) mulai 2009 hingga 2010. Tumpak di lantik 6 Oktober 2009 oleh Presiden SBY, berdasarkan Perppu Nomor 4 Tahun 2009 yang diterbitkan pada 21 September 2009.
Di era Tumpak, KPK berhasil menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit & impor sapi. Selanjutnya, KPK berhasil menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ismet Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran.
Tapi beberapa kasus masih delay penanganannya, contohnya kasus Bank Century, membuat penilaian bahwa lembaga tersebut mulai melempem. Pada 15 Maret 2010, Tumpak diberhentikan dengan Keppres Nomor 33/P/2010 karena Perppu di tolak oleh DPR.
Tumpak kemudian digantikan oleh Busyro Muqoddas periode 2010 hingga 2011. Busyro di lantik & di ambil sumpah oleh Presiden SBY pada 20 Desember 2010 sebagai ketua KPK. Sebagai ketua KPK, Busyro sangat sering mengkritik DPR, salah satu-nya terkait hedonisme para anggota DPR.
Pada pemilihan pemimpin KPK, 2 Desember 2011 Busyro 'turun pangkat' menjadi wakil ketua KPK. Busyro hanya memperoleh 5 suara dibandingkan Abraham Samad yang mendapat 43 suara. Serah terima jabatan & pelantikan dilaksanakan 17 Desember 2011.
Pada periode 2011 hingga 2015, KPK di pimpin oleh Ketua KPK Abraham Samad, bersama empat orang wakil ketuanya, yakni Zulkarnaen, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, & Adnan Pandu Praja.
Pada 3 Desember 2011 melalui voting pada pemilihan Ketua KPK oleh 56 orang dari unsur pimpinan maupun anggota Komisi III asal sembilan fraksi DPR, Abraham berhasil mengalahkan Bambang Widjojanto & Adnan Pandu Praja. Abraham memperoleh 43 suara, Busyro Muqoddas 5 suara, Bambang Widjojanto 4 suara, Zulkarnain 4 suara, sedang-kan Adnan 1 suara.
Dia beserta jajaran pemimpin KPK yang baru terpilih, resmi di lantik di Istana Negara oleh Presiden SBY pada 16 Desember 2011. Lima pimpinan KPK periode 2011 hingga 2015 adalah Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Zulkarnaen, Adnan Pandu Pradja, & Busyro Muqoddas.
Beberapa kasus yang mencuat saat Abraham memimpin yaitu; kasus korupsi Wisma Atlet, kasus korupsi Hambalang, kasus gratifikasi impor daging sapi, kasus gratifikasi SKK Migas, kasus pengaturan Pilkada Kabupaten Lebak, kasus korupsi simulator di Korlantas Polri.
Beberapa orang ditangkap/ditahan/dituntut KPK diantaranya adalah Andi Mallarangeng, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Akil Mochtar, Ratu Atut Chosiyah, Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan Ishaq, Rudi Rubiandini, dan lain-lain.
Namun, kejayaan era Abraham Samad harus berakhir pahit. Pada tanggal 17 Februari 2015, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan & Barat (Sulselbar) menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen.
Kasus pemalsuan dokumen berupa KTP, Paspor & Kartu Keluarga ini mulai mencuat pada tanggal 29 Januari 2015 setelah Feriyani Lim di lapor oleh lelaki bernama Chairil Chaidar Said di Bareskrim Mabes Polri. meskipun demikian, publik menganggap kasus tersebut hanya pembalasan dendam dari Polri guna menghambat Komjen Pol Budi Gunawan menjadi Kapolri.
Sebelum penetapan tersangka tersebut, Abraham lebih dulu berseteru dengan PDIP, yang dimana lewat Plt Sekjennya Hasto Kristiyanto membeberkan pertemuan politik antara fungsionaris PDIP & Abraham di berbagai tempat seperti di Apartemen Capital Residence & berbagai tempat lainnya. Tujuan Pertemuan tersebut membahas pencalonan Abraham menjadi calon wakil presiden di Pilpres 2014.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER