Masalah Keberagaman Budaya
Masalah Keberagaman Budaya
Permasalahan akibat keberagaman budaya terkait dengan paham kultural materialisme yang mencermati permasalahan budaya dari pola pikir dan tindakan dari kelompok sosial tertentu. Pola temperamen yang relatif seragam ini ditentukan oleh faktor keturunan, kebutuhan, dan hubungan sosial yang terjadi di antara mereka, sehingga dalam kehidupan suatu kebudayaan cenderung untuk mengulang-ulang bentuk perilaku tertentu, karena pola perilaku itu diturunkan melalui pola asuh dan proses belajar.
Berkaitan dengan keberagaman kebudayaan dalam kehidupan masyarakat majemuk terdapat berbagai permasalahan, antara lain sebagai berikut.
1. Anomie
Anomie, yakni suatu kondisi di mana tidak ada pegangan terhadap apa yang baik dan apa yang buruk bagi masyarakat. Keadaan ini mengakibatkan anggota-anggota masyarakat tidak mampu untuk mengukur tindakan-tindakannya karena batas-batasnya tidak ada.
Anomie merupakan hilangnya nilai-nilai yang ada dalam masyarakat sehingga masyarakat tidak mempunyai pegangan dalam menentukan hal yang baik dan buruk. Di desa sekarang banyak kita jumpai perempuan yang memakai baju yang ketat yang sedikit memperlihatkan tubuhnya. Mereka melakukan itu karena masuknya budaya baru yang kebanyakan melalui televisi. Dengan menonton televisi mereka dengan tidak sadar telah menerima budaya baru dari kota yang modern.
Nilai tradisi yang dulu mereka anut lama kelamaan akan memudar dari dirinya digantikan oleh budaya baru itu. Dalam hal ini masyarakat tidak dapat berbuat banyak. Nilai lama menghilang tapi nilai baru untuk mengimbangi budaya itu belum muncul. Tidak ada pilihan lain masyarakat akan menerima kebudayaan ini tanpa melihat baik buruknya.
2. Cultural Lag
Cultural lag sering disebut dengan ketertinggalan budaya, yakni suatu kondisi di mana terjadi perbedaan taraf kemajuan antara berbagai bagian dalam suatu kebudayaan karena ada yang tumbuh cepat dan ada yang tumbuhnya lambat.
Budaya yang masuk dalam masyarakat begitu pesat tanpa diimbangi dengan ilmu pengetahuan tentang budaya itu. Masyarakat menjadi seperti orang yang terkejut dalam menerima budaya baru itu. Tidak jarang manusia menggunakan fungsi kebudayaan itu dengan tidak semestinya. Perkembangan budaya yang tidak seimbang merupakan masalah pokok dari semua ini.
Budaya material cenderung berkembang lebih maju dan lebih dulu meninggalkan kebudayaan nonmaterial. Kejadian seperti ini sering kita temukan, dalam berkembangnya budaya meteriil orang mudah untuk menerimanya. Iklan-iklan televisi yang begitu menarik merupakan daya tarik sendiri. Hal ini menyebabkan budaya itu tidak berfungsi sesuai dengan semestinya, justru akan menjadi bumerang bagi pemakainya.
Komputer yang diciptakan untuk mempermudah kebutuhan manusia akan berubah menjadi hal yang malah membuat manusia itu menjadi lupa dengan waktu. Seharian hanya bermain di depan komputer dengan tujuan yang tidak jelas. Manusia yang seharusnya mengendalikan komputer, maka berbalik menjadi mereka yang dikendalikan oleh komputer atau mereka dikendalikan oleh kebudayaan yang mereka buat sendiri.
3. Mestizo Culture
Mestizo culture sering disebut juga dengan percampuran budaya, yakni suatu proses percampuran unsur kebudayaan yang satu dengan unsur kebudayaan yang lainnya yang mempunyai warna dan sifat yang berbeda. Ciri dari perubahan sosial ini ialah bersifat formalisme, yakni hanya meniru bentuknya saja tetapi tidak mengerti akan arti sesungguhnya.
4. Primordialisme
Salah satu konsekuensi dari kenyataan adanya kemajemukan masyarakat atau diferensiasi sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak semula melekat pada diri individu, seperti suku bangsa, ras, dan agama. Primordialisme sebagai identitas sebuah golongan atau kelompok sosial merupakan faktor penting dalam memperkuat ikatan golongan atau kelompok sosial merupakan faktor penting dalam memperkuat ikatan golongan atau kelompok yang bersangkutan dalam menghadapi ancaman dari luar. Namun, sering dengan itu, primordialisme juga bisa membangkitkan prasangka dan permusuhan terhadap golongan atau kelompok sosial lain.
Primordialisme bisa terjadi karena faktor-faktor berikut;
- Adanya sesuatu yang dianggap istimewa oleh individu dalam suatu kelompok atau perkumpulan sosial.
- Adanya suatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok atau kesatuan sosial dari ancaman luar.
- Adanya nilai-nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai keagamaan dan pandangan hidup.
5. Etnosentrisme
Primordialisme yang berlebihan juga akan menghasilkan sebuah pandangan yang subjektif yang disebut etnosentrisme atau fanatisme suku bangsa. Etnosentrisme adalah sikap menilai kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di masyarakatnya. Oleh sebab itu yang dipakai adalah ukuran-ukuran lebih tinggi dari pada kebudayaan masyarakat lain.
Etnosentrisme bisa menghambat hubungan antarkebudayaan atau bangsa. Etnosentrisme juga bisa menghambat proses asimilasi dan integrasi sosial. Bahkan, etnosentrisme bisa menjadi potensi konflik antarkelompok. Meskipun demikian etnosentrime juga memiliki segi-segi positif, yakni;
- Menjaga keutuhan dan kestabilan budaya
- Mempertinggi semangat patriotisme dan kesetiaan kepada bangsa
- Memperteguh rasa cinta terhadap kebudayaan atau bangsa
Wujud nyata adanya keberagaman budaya bisa menimbulkan berbagai masalah yang bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, antara lain sebagai berikut;
- Terjadinya konflik
- Disintegrasi (perpecahan)
- Masalah hubungan dengan penduduk pendatang
- Kecemburuan sosial terhadap kelompok lain
- Jurang pemisah yang mencolok
- Rasa fanatik yang luas dan tidak rasional dalam mengamalkan ajaran agama
- Perbedaan karakter dan kepribadian.
Berbagai usaha telah dilakukan manusia untuk mengatasi berbagai masalah sosial. Berbagai analisis dan metode telah diterapkan, tetapi permasalahan selalu ada. Metode yang dipergunakan dalam pemecahan masalah sosial ada yang bersifat preventif dan pula yang bersifat represif. Metode pemecahan masalah yang bersifat preventif lebih sulit diterapkan karena harus didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya masalah sosial.
Adapun metode represif lebih banyak dilaksanakan, yakni dengan cara mengambil suatu tindakan untuk mengatasi munculnya gejala permasalahan. Di dalam mengatasi masalah sosial tidak perlu semata-mata melihat aspek sosiologis tetapi juga aspek-aspek lainnya. Dengan demikian digunakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan pada khususnya untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi.
Berkaitan dengan masalah disorganisme sebagai akibat adanya perubahan kebudayaan yang langsung secara terus menerus, salah satu usaha mengatasi masalah disorganisme adalah dengan mengadakan suatu perencanaan sosial (sosial planning) yang baik. Untuk mengadakan perencanaan sosial yang lebih baik terlebih dahulu harus ditelaah masalah-masalah sosial yang sedang dihadapi masyarakat.
Hal pertama yang harus ditempuh untuk mengatasi permasalahan itu adalah dengan menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan kondisi-kondisi kemajuan serta perkembangan teknologi yang ada. Sesudah hal itu diatasi barulah mengatasi permasalahan-permasalahan yang mengganggu masyarakat. Penyesuaian terhadap kehidupan yang berkembang bergantung pada adanya suatu pengertian mengenai bekerjanya masyarakat.
Menurut George A Ludenberg, ketidaksanggupan memecahkan masalah disebabkan oleh berikut ini;
- Kurangnya pengertian terhadap sifat hakikat masyarakat dan kekuatan-kekuatan yang membentuk hubungan antarmanusia.
- Kepercayaan bahwa masalah sosial bisa diatasi dengan adanya keinginan untuk memecahkan permasalahan itu tanpa mengadakan penelitian-penelitian yang mendalam dan objektif.
Menurut Ludenberg, kesukaran yang utama terletak pada kepercayaan umum bahwa hubungan-hubungan sosial tidak tunduk pada penelitian ilmiah. Juga karena masyarakat percaya bahwa pemecahan-pemecahan masalah sosial telah diketahui dan tinggal diterapkan saja. Kepercayaan itu merupakan anggapan yang keliru, karena setiap masalah sosial harus diteliti agar diketahui faktor-faktornya supaya diketemukan cara-cara untuk mengatasinya. Perencanaan sosial bukanlah semata-mata menjadi tugas para ahli ataupun aparat negara, melainkan memerlukan dukungan masyarakat, karean masyarakat terlibat di dalamnya. Suatu perencanaan sosial tidak akan berarti jika individu-individu anggota masyarakat tidak belajar untuk menelaah gejala-gejala sosial secara objektif, sehingga masing-masing bisa turut serta dalam perencanaan itu.
Untuk melaksanakan perencanaan sosial dengan baik diperlukan organisasi yang baik, yang berarti adanya disiplin di satu pihak serta hilangnya kebebasan di pihak lain. Suatu konsentrasi wewenang juga diperlukan untuk merumuskan dan menjalankan perencanaan agar tidak terseret oleh perubahan-perubahan tekanan atau kepentingan-kepentingan dari golongan yang sudah mapan. Perlu adanya upaya proses pelembagaan dalam diri warga masyarakat dalam hal perencanaan sosial itu.
Demikianlah ulasan mengenai “Masalah Keberagaman Budaya”, yang pada kesempatan ini dapat dibahas, dan untuk kurang lebihnya mohon maaf. Semoga ulasan di atas bermanfaat bagi para pengunjung ataupun pembaca dan jangan lupa untuk membaca artikel lainnya.
*Rajinlah belajar demi Bangsa dan Negara, serta jagalah kesehatanmu!
*Semoga anda sukses!
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER
0 Response to "Masalah Keberagaman Budaya"
Post a Comment
Tata Tertib Berkomentar di Blog ReadyyGo :
1. Kalimat atau Kata-kata Tidak Mengandung Unsur (SARA).
2. Berkomentar Sesuai dengan Artikel Postingan.
3. Dilarang Keras Promosi Apapun Bentuk & Jenisnya.
4. Link Aktif atau Mati, Tidak Dipublikasikan & Dianggap SPAM.
5. Ingat Semua Komentar Dimoderasi.
6. Anda dapat request artikel lewat kolom komentar ini.
Terimakasih Atas Pengertiannya.