Negrito dan Weddid
Sebelum kedatangan
kelompok-kelompok Melayu tua
dan muda, negeri
kita sudah terlebih
dulu kemasukkan orang-orang
Negrito dan Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang Spanyol
karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan jenis-jenis Negro.
Sejauh mana kelompok Negrito itu bertalian darah dengan jenis-jenis
Negro yang terdapat di
Afrika serta kepulauan
Melanesia (Pasifik), demikian pula bagaimana sejarah perpindahan mereka,
belum banyak diketahui dengan pasti.
Kelompok
Weddid terdiri atas
orang-orang dengan kepala
mesocephal dan letak
mata yang dalam
sehingga nampak seperti
berang; kulit mereka
coklat tua dan
tinggi rata-rata lelakinya
155 cm. Weddid artinya jenis
Wedda yaitu bangsa yang terdapat di pulau Ceylon (Srilanka).
Persebaran orang-orang Weddid
di Nusantara cukup luas, misalnya di Palembang dan Jambi
(Kubu), di Siak (Sakai) dan di Sulawesi pojok tenggara (Toala, Tokea dan
Tomuna)Periode migrasi itu berlangsung berabad-abad, kemungkinan mereka berasal
dalam satu kelompok
ras yang sama
dan dengan budaya
yang sama pula.
Mereka itulah nenek
moyang orang Indonesia saat ini. Sekitar 170
bahasa yang digunakan
di Kepulauan Indonesia
adalah bahasa Austronesia (Melayu-Polinesia).
Bahasa itu kemudian dikelompokkan menjadi
dua oleh Sarasin,
yaitu Bahasa Aceh
dan bahasa-bahasa di pedalaman
Sumatra, Kalimantan, dan
Sulawesi. Kelompok kedua adalah
bahasa Batak, Melayu standar, Jawa, dan Bali.
Kelompok bahasa kedua
itu mempunyai hubungan
dengan bahasa Malagi
di Madagaskar dan Tagalog di
Luzon. Persebaran geografis
kedua bahasa itu menunjukkan bahwa
penggunanya adalah pelaut-pelaut
pada masa dahulu
yang sudah mempunyai
peradaban lebih maju. Di samping bahasa-bahasa itu, juga terdapat bahasa
Halmahera Utara dan Papua yang digunakan di pedalaman Papua dan bagian utara
Pulau Halmahera.
Referensi; Bernard H.M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER