Pemerintahan Sipil Jepang di Indonesia

Pemerintahan Sipil Jepang di Indonesia
Pulau Jawa menjadi pusat pemerintahan yang penting, bahkan jabatan Gubernur Jenderal masa Hindia Belanda di hapus & diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa. Status pegawai & pemerintahan sipil masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya asalkan memiliki kesetiaan terhadap Jepang. Status badan pemerintahan & UU di masa Belanda tetap diakui untuk sementara, asalkan tidak bertentangan dengan aturan kesetiaan tentara Jepang. Kebijakan pemerintah militer Jepang di bidang politik & birokrasi dampak yang dirasakan bangsa Indonesia diantaranya; terjadinya perubahan struktur pemerintahan dari sipil ke militer, terjadi mobilitas sosial vertikal (yakni pergerakan sosial ke atas dalam birokrasi) dalam masyarakat Indonesia. Sisi positif yang dapat kita ketahui, bahwa bangsa Indonesia mendapat pelajaran berharga sebagai jawaban cara mengatur pemerintahan, karena dengan adanya kesempatan tersebut, yang diberikan pemerintah Jepang untuk menduduki jabatan penting seperti Gubernur, ataupun wakil Gubernur, Residen, & Kepala Polisi.
Pemerintahan Sipil Jepang di Indonesia
Belanda menyerah tanpa syarat kepada jepang di Kalijati, pada tanggal 8 Maret 1942

Struktur pemerintahan Sipil jepang
Pulau Jawa & Madura (kecuali ke-dua koci, Surakarta & Yogyakarta) di bagi atas 6 wilayah pemerintahan.
  • Syu (karesidenan), yang di pimpin oleh seorang syuco.
  • Syi (kotapraja), yang di pimpin oleh seorang syico.
  • Ken (kabupaten), yang di pimpin oleh seorang kenco.
  • Gun (kawedanan / distrik), yang dipimpin oleh seorang gunco.
  • Son (kecamatan), yang dipimpin oleh seorang sonco.
  • Ku (kelurahan / desa), yang dipimpin oleh seorang kuco.
Selain pemerintahan militer (gunsei) angkatan darat, Armada Selatan Kedua membentuk suatu pemerintahan yang di sebut Minseibu. Pemerintahan itu terdapat di 3 tempat, yakni Kalimantan, Sulawesi, & Seram. Sedangkan daerah bawahan meliputi syu, ken, bunken (subkabupaten), gun, & son. Dalam rangka mempertahankan kekuasaan & menghapus pengaruh Belanda pada masyarakat Indonesia, Jepang menetapkan Undang-Undang No. 4. Undang- undang tersebut menetapkan bahwa hanya bendera Jepang, Hinomaru, yang boleh di pasang hanya lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, yang boleh diperdengarkan pada hari- hari besar. mulai 1 April 1942, semua lapisan masyarakat harus menggunakan pembagian waktu sesuai dengan yang digunakan di Jepang. Perbedaan waktu antara Tokyo & Jawa pada masa itu adalah 90 menit. mulai 29 April 1942 ditetapkan bahwa kalender yang dipakai adalah kalender Jepang yang bernama Sumera. Pada tahun 1942 pada kalender Masehi sama dengan tahun 2602 pada kalender Sumera. Rakyat Indonesia juga diwajibkan untuk ikut merayakan hari raya Tencosetsu, pada hari lahirnya Kaisar Hirohito.

Demikian Uraian dari saya yang berjudul "pemerintahan sipil Jepang". Semoga bermanfaat!!!!!!!!!!!!!!!!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel