Implementasi Wawasan Kebangsaan
Implementasi Wawasan
Kebangsaan
Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang menduduknya memiliki kemajemukan yang tinggi. Kemajemukan ini, ditandai dengan banyaknya suku bangsa, bahasa, bahasa daerah, agama serta sebagai kemajemukan lainnya. Hal inilah yang sering menimbulkan konflik diantara suku bangsa, maupun penganut agama yang beragam itu, didalam memenuhi kepentingan mereka yang berbeda – beda.
Sebagai Negara Multikultural, Indonesia merupakan masyarakat
yang paling pluralistik di Dunia. Indonesia memiliki 250 kelompok suku dengan
250 lebih, bahasa lokal. Indonesia adalah negara besar yang terdiri, lebih dari
17.000 pulau, 34 provinsi, 500 lebih kabupaten dan kota, 7000 lebih kecamatan,
serta 60.000 lebih desa. Jumlah penduduk di Indonesia lebih dari 240 juta jiwa,
menempatkan Indonesia sebagai negara nomor 4 berpenduduk terbesar di dunia.
Negara ini memiliki 3 zona waktu, waktu indonesia barat, tengah, timur. Jarak
antara wilayah paling barat dan timur, Sabang dan Merauke sama dengan jarak
Teheran dan Paris / sama dengan jarak Jeddah dan London. Indonesia juga
memiliki sekurang – kurangnya 6 agama besat yaitu: Islam, Katolik, Kristen,
Hindu, Budha, dan Konghuchu. Dari setiap suku, dalam batas –batas tertentu juga
setiap agama, masing – masing memiliki varian yang berbeda – beda / sendiri
–sendiri.
Karakteristik Masyarakat Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan
berbagai ciri – cirinya. Pluralisme tersebut kiranya penting untuk diungkapkan
dalam rangka merajut tali persatuan dalam kerberagamaan, karena dengan
mengungkapkan karakteristik masyarakat
pluralism, akan didapatkan gambaran faktor – faktor dan unsur – unsur
yang perlu dipadukan dalam rangka Integrasi Nasional.
Beberapa Karakteristik sebagai sifat dasar dari masyarakat
majemuk, antara lain:
(1)
Terjadinya segmentasi kelompok – kelompok yang
seringkali memiliki kebudayaan yang berbeda – beda satu sama lain;
(2)
Memiliki struktur sosial;
(3)
Kurang mengembangkan konsensus di antara para
anggota masyarakat tentang nilai – nilai sosial yang bersifat dasar;
(4)
Secara relatif sering terjadi konflikdi antara
kelompok yang satu dengan yang lain;
(5)
Secara relatif, intergrasi sosial tumbuh di atas
paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi;
(6)
Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok
atas kelompok yang lain (Nasikun, 1989:
36).
Kondisi masyarakat yang seperti ini, jelas membutuhkan
perekatan intergrasi yang tidak sederhana, karena sangat berkaitan dengan
berbagai hal. Masyarakat tersebut dapat terintegrasi di atas kesepakatan
sebagian besar anggotanya terhadap nilai – nilai sosial tertentu yang bersifat
fundamental. Dalam kondisi semacam inilah kesepakatan terhadap nilai – nilai sosial tertentu yang bersifat
fundamental sangat penting karena mampu meredam kemungkinan berkembang konflik – konflik ideologi akibat
dari kebencian atau antipati terhadap nilai – nilai kelompok lain ( Usman,
1994: 4 ).
Akibat pengaruh globalisasi dunia dan pesatnya perkembangan
Ilmu pengetahuan dan maraknya Teknologi Informasi, yaitu membuat dunia ini
menjadi global dan sempit, seperti tidak ada jarak dan batas antar negara.
Globalisasi dapat menggeser tatanan
kehidupan dan memerlukan tatanan kehidupan dan memerlukan tatanan kehidupan
baru yang justru akan menumbuhkan kesenjangan di berbagai aspek kehidupan.
Masyarakat Indonesia, tidak menyadari bahwa saat ini telah berlangsung perang
informasi, budaya dan ekonomi. Menyadari bahwa proses globalisasi informasi
pada dasarnya indentik dengan proses globalisasi ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan dan keamanan negara ( IPOLEKSOSBUD HANKAMNEG ), maka
itulah yang kemudian membuat ketahanan Ipoleksosbud bangsa Indonesia menjadi
porak poranda. Lebih parah lagi adalah ketahanan mental ideologi Pancasila yang
merupakan dasar negara menjadi tererosi, perilaku kehidupan masyarakat menjadi
terdegradasi dengan budaya luar negeri sehingga menjadi rapuh.
Fenomena – fenomena tersebut memberikan gambaran tentang
pudarnya nilai – nilai yang hidup di tengah – tengah masyarakat, baik nilai –
nilai lokal dan berbagai pluralitas tersebut, yang merupakan nilai – nilai adi
luhung dan merupakan jati diri bangsa Indonesia. Fenomena tersebut juga akan
dapat menyebabkan memudarnya semangat nasionalisme, yang pada akhirnya akan
mengganggu dan melemahkan ketahanan nasional.
Keberagaman Itu Potensi
Multikulturalisme, yang terbangun karena keragaman
sukumaupun agama, jika dikelola secara proporsional sebenarnya bisa dijadikan
modal bagi terciptanya persatuan dan kemajuan bangsa. Bagaimana caranya, sampai
saat ini belum ada pilihan selain melakukan pendekatan politik yang demokratis.
Pendekatan politik ini harus dilakukan oleh negara sebagai institusi demokrasi
yang dianggap sah.
Nilai - nilai
demokratis perlu dikedepankan seperti dikemukakan oleh Henry B. Mayo. Dalam
sistem politik yang demokratis, kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas wakil – wakil
rakyat yang dipilih secara berkala atas
dasar kesamaan dan kebebasan politik. Nilai – nilai demokratis itu
antara lain:
(1)
Menyelesaikan perselisihan secara damai;
(2)
Menjamin terselenggaranya perubahan secara
damai;
(3)
Mengadakan pergantian pemimpin secara teratur;
(4)
Membatasi kekerasan sampai minimum;
(5)
Menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam
masyarakat.
Setiap anak bangsa senantiasa harus dengan sadar mengolah
kelebihan dan keunggulan dari kemajemukan masyarakat, sehingga kesatuan bangsa
berada pada keanekaragaman dan persatuan kita pada perbedaan. Oleh karena itu
dibutuhkan keikutsertaan semua komponen bangsa dan masyarakat untuk membangun negeri
ini.
Pada hakekatnya negara dituntut peduli, untuk menciptakan
iklim yang kondusif bagi pluralisme dan mencegah prasangka – prasangka yang
kultural dan teologis yang mengakibatkan gesekan – gesekan dan kekerasan –
kekerasan fisik, intektual maupun psikologis antar suku atau antar penganut
agama dan spiritualisme. Kohesivitas masyarakat akan terbangun secara sehat,
tanpa pemaksaan kehendak.
Implementasi Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan adalah merupakan suatu konsep kehidupan
bangsa yang utuh dan bulat, bukan hanya konsepsi ideologi tetapi juga konsepsi
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan Negara. Wawasan
kebangsaan juga bukan sekedar perjuangan melawan penjajah, melawan
kolonialisme, tetapi wawasan kebangsaan merupakan perjuangan untuk mewujudkan dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan
Negara Kesatuan Repuplik Indonesia ( NKRI ).
Sehingga rakyat indonesia menjadi suatu negara yang merdeka,
berdaulat,bersatu, adil, dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hakekatnya adalah dinamika masyarakat Indonesia sebagai masyarakat
yang “Berbhineka Tunggal Ika”.
Wawasan kebangsaan memiliki 3 dimensi yang harus dipahami
oleh seluruh warga negara, agar tumbuh kesadaran berbangsa dan bernegara.
Pertama, Rasa Kebangsaan, merupakan kesadaran berbangsa yang tumbuh secara alamiah dalam diri
seseorang, karena bersamaan sosial yang tumbuh dari pluralis, sejarah maupun
aspirasi dari setiap anak bangsa.
Kedua, Paham Kebangsaan, merupakan pikiran – pikiran
nasional tentang hakekat cita – cita kehidupan dan perjuangan untuk tetap
utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya rasa kebangsaan dan
paham kebangsaan secara bersama – sama akan menumbuhkan semangat kebangsaan.
Ketiga, Semangat Kebangsaan, merupakan tekad sejati dari
seluruh masyarakat Indonesia untuk membela dan rela berkorban bagi kepentingan
bangsa dan negara.
Wawasan kebangsaan terdiri dari dua kata yaitu “wawasan” dan
“kebangsaan”. Secara etimologis menurut kamus bahasa Indonesia ( 1989 ),
istilah wawasan berarti “hasil mewawas, tinjuan, pandangan dan dapat juga
berarti konsepsi cara pandang. Sedangkan “bangsa” menurut Moh. Hatta,
mengartikan keinsafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi satu,
karena percaya akan kebersamaan nasib dan tujuan.
Terlepas dari pengertian tersebut “bangsa” secaraa esensial
ditentukan oleh empat kriteria penentu yaitu:
1.
Kehendak secara sadar untuk bersatu.
2.
Memiliki tujuan hidup bersama
3.
Memiliki latar belakang atau pengalaman sejarah
yang sama
4.
Ada wilayah yang menjadi satu kesatuan ruang
hidup ( kesadaran teritorial )
Empat kriteria tersebut telah menjelaskan bahwa “bangsa”
tidak terbentuk oleh kesamaan ras, budaya, adat istiadat, agama, daerah asal /
berbagai kesamaan ciri lahiriah semata.
Lebih dalam tentang wawasan kebangsaan adalah cara pandang
bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya, serta bagaimana kita
mengekspresikan kebangsaanya di dalam lingkungan yang berubah begitu cepat.
Wawasan kebangsaan tidak hanya tuntutan bagi bangsa untuk mewujudkan jati diri
atau identitasnya melainkan pembinaan tata laku sebagai satu bangsa yang
menyakini nilai – nilai hakikinya, dan disinilah letak nilai implikasi
strategis dari pembinaan wawasan kebangsaan yang harus dilaksanakan secara
berlanjut dan berkesinambungan.
Dengan demikian konsepsi nasional yang kita miliki tentang
konsep wawasan kebangsaan yang mengarah pada totalitas ekspresi, sebagai bangsa
untuk bergerak bulat tetap utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdaulat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945, tidak terhenti pada cita – cita, tetapi harus
terlaksana.
Disamping itu satu semboyan yang sangat penting adalah
“Bhineka Tunggal Ika” yang pada intinya adalah adanya keharusan untuk
menghargai perbedaan yang ada baik Suku, agama, ras, maupun antar golongan.
Dengan demikian sebagai prasyarat bagi tetap tegaknya NKRI adalah sikap
toleransi dari warga negaranya. Tanpa ada sikap toleransi yang tinggi dalam
segala manifestasinya. Nampaknya akan banyak sekali hambatan untuk menjaga
keutuhan NKRI yang merupakan harga mati.
Kemauan dan kemampuan untuk menerima adanya berbagai
perbedaan itulah yang harus tetap di pupuk dan di bangun dalam rangka
mewujudkan cita – cita bersama sebagai satu bangsa. Di samping itu semua orang
mengetahui bahwa perbedaan / keberagaman / pluralitas itu adalah suatu
keniscayaan, yaitu sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Sebagai
bangsa yang memiliki keberagaman budaya bangsa maka setiap warga negara harus
memahami Bhineka Tunggal Ika - an”. Tanpa pemahaman itu, akan sulit untuk
menjadikan keanekaragaman budaya bangsa tersebut menjadi suatu potensi untuk
menjaga keutuhan NKRI.
Pertama, Rasa kebangsaan, tentang bangsa Indonesia bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan sejajar dengan bangsa – bangsa lain di dunia,
tercermin dalam tingkah laku, rasa saling menghargai dan menghormati ke – Bhineka-an.
Kedua, Paham kebangsaan, tentang bangsa dan Negara Indonesia
yang merdeka, berdaulat sebagai suatu kesatuan yang utuh, dengan sikap memiliki
rasa cinta tanah air, bangga dan kemajemukan bangsa, merasa memiliki dan
bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa, karena pembangunan bangsa dan
Negara bukanlah tanggungjawab permerintah semata, melainkan tanggungjawab seluruh
komponen bangsa ini termasuk generasi muda, karena ujung tombak masa depan
bangsa ini berada pada anak – anak bangsa ini, baik dari aspek intelektual
maupun dari aspek moral.
Ketiga, Semangat kebangsaan, bagi anak bangsa diaplikasikan
dalam semangat nasionalisme dan kesetiakawanan sosial untuk mempertebal
semangat kebangsaan, sehingga mempunyai makna kehidupan berbangsa, bernegara,
rasa senasip sepenanggungan. Di samping itu ditumbuhkan jiwa patriotisme pada
setia anak bangsa, sehingga bangsa Indonesia memilki tekat, semangat, sikap,
dan perilaku secara keseluruhan mencerminkan rasa tanggung jawab terhadap hidup
bangsa dan Negara.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa, rasa kebangsaan harus ditumbuhkan
dari sendiri, keluarga, lingkungan, dan berlanjut sampai pada seluruh komponen
bangsa ini termasuk para generasi muda dan komponen bangsa lainya dalam wadah
NKRI.
Dari rasa kebangsaan, akan tumbuh suatu paham kebangsaan dan
dari paham kebangsaan akan tumbuh
semangat kebangsaan pada diri setiap anak bangsa ini.
(R.G)
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER