Kerajaan Banten
Negara Kerajaan Banten
Kerajaan Banten sejak abad XVI telah masuk di dalam literatur Portugis sebagai pelabuhan penting untuk kegiatan ekspor lada. Diduga kerajaan ini berdiri pada tahun 1525, berawal dari permukiman Demak yang dirintis oleh Nurullah. Namun, sebuah sumber historiografi Banten menyebutkan bahwa pendiri kerajaan itu adalah Hasanuddin (seorang menantu sultan Demak).
a. Kehidupan Politik
Kehadiran Kerajaan Banten tidak
bisa dilepaskan dari Kerajaan Demak. Namun dalam perkembangannya, Banten
berusaha melepaskan diri dari Kerajaan Demak. Raja-raja yang terkenal dari
Banten antara lain Sultan Hasanuddin, Maulana Yusuf, Maulana Muhammad, Sultan
Abulfuki, dan Sultan Ageng Tirtayasa. Dari raja-raja itu, masing-masing berusaha
memperluas wilayah kekuasaan dengan beragam cara. Panembahan Yusuf berhasil
menaklukkan Pajajaran, Maulana Muhammad menguasai Lampung, Bengkulu, dan
Palembang untuk menguasai lada Sumatra, serta menancapkan kekuasaan maritim
pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa Tirtayasa, para pedagang dari
India, Arab, Cina, Portugis,dan Belanda berdatangan ke Banten untuk
memperdagangkan rempah-rempah dan lada.
Hanya saja, kedatangan pedagang
Belanda tahun 1596 telah membuka konflik dengan Banten karena keinginannya
untuk memonopoli perdagangan. Belanda terusir dari Banten tetapi mampu membuat
benteng dan bercokol di Jayakarta. Dari sinilah Belanda memulai operasinya
untuk menguasai jaringan perdagangan yang telah lama terbentuk di Nusantara.
Dengan siasat devide et impera Belanda
mampu menguasai Banten setelah berhasil memengaruhi Sultan Haji. Raja-raja
Banten pun dijadikan boneka untuk kepentingan politiknya.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya
masyarakat Banten sangat dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dan pelayaran.
Interaksi antarpedagang yang berasal dari berbagai kawasan ternyata membuat
kehidupan masyarakat menjadi semakin terbuka dan dinamis. Apalagi para pedagang
luar itu banyak mendirikan perkampungan di sepanjang pantai dan pusat-pusat
perdagangan. Dari sinilah muncul kampung-kampung Keling (India), Pekojan (Arab),
dan Pecinan (Cina). Selain itu, muncul juga permukiman yang berdasarkan
kesamaan pekerjaan seperti Kampung Pande (perajin besi), Kampung Panjunan
(pembuat pecah belah), dan Kampung Kauman (para ulama).
Sebagai salah satu pusat
penyebaran agama Islam, maka Kerajaan Banten juga memiliki banyak bukti. Hal
itu bisa dilihat dari peninggalan sejarahnya berupa Masjid Agung Banten. Masjid
ini memperlihatkan akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam, dan
Eropa, dibangun pada masa Sultan Ageng Tirtayasa dengan arsitek Jan Lucas
Cardeel, seorang pelarian Belanda yang beragama Islam. Ia juga merupakan
arsitek dari pembangunan pesanggrahan Tirtayasa, benteng Kota Inten dan beragam
peninggalan sejarah di Banten.
c. Kehidupan Ekonomi
Banten menjadi pusat kegiatan
perdagangan dan pelayaran di Indonesia bagian barat setelah Malaka jatuh pada
tahun 1511. Hal ini didukung oleh letaknya yang strategis di sekitar Selat
Sunda dan Selat Malaka. Pelabuhan Banten saat itu merupakan pelabuhan ekspor
untuk perdagangan lada. Selain itu, keuntungan yang didapat dari bidang
perdagangan lada, digunakan untuk mengembangkan sektor pertanian di pedalaman.
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER